Pakar UGM: PBB Tidak Pernah Tegas dalam Menyikapi Palestina

Guru Besar Bidang Hukum Internasional, Fakultas Hukum UGM, Prof. Sigit Riyanto, S.H.-Foto: net-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Agresi ’Israel’ ke Gaza yang masih berlarut-larut dan belum menemui titik terang. Kondisi ini diperparah dengan pernyataan Amerika dan ‘Israel’ yang enggan melakukan gencatan senjata.

Menurut Guru Besar Bidang Hukum Internasional, Fakultas Hukum UGM, Prof. Sigit Riyanto, S.H., L.L.M, Palestina sebagai sebagai negara berhak menentukan nasibnya sendiri dan tinggal di tanah airnya.

Apalagi sudah ada pelanggaran terhadap norma jus cogens berupa genosida, pengusiran, pembantaian, baik sebelum atau sesudah ‘Israel’ berdiri.

Menurutnya, pendudukan sebelum abad 20 bisa jadi menjadi cara untuk memperoleh suatu wilayah, dan itu legally justified. Namun saat itu hukum internasional eurosentris, setelah berdiri PBB maka proses dekolonisasi terjadi.

Baca Juga: Serentak, BPJPH Buka Pendaftaran Sertifikasi Halal On the Spot di 405 Titik Lokasi

“Maka yang namanya pendudukan tidak lagi menjadi cara yang diperbolehkan untuk menambah wilayah. Jadi pendudukan itu bersifat temporal, suatu saat harus dikembalikan,” ucap Sigit, Kamis (14/3/2024), di kampus UGM dilansir dari hidayatullah.com

Perkara di mahkamah internasional dalam memperjuangkan tanah Palestina menurut Sigit belum akan menemui titik terang jika PBB sebagai pemegang hak sengketa antar negara belum bertindak tegas.

“Apalagi dengan penolakan upaya gencatan senjata, akan terus ada korban jiwa yang berjatuhan di tanah Palestina sendiri. Bantuan dari negara-negara lain, termasuk dari Indonesia akan sulit dilakukan,” jelasnya.

Sementara Dosen Hubungan Internasional UII, Hasbi Aswar, S.IP., M.A., Ph.D., mengatakan Yahudi sejak lama menempati wilayah Gaza, namun ketika paham Zionis masuk, dan pemerintah Inggris menjalin kepentingan dengan Zionis, barulah penjajahan dan penjarahahan wilayah terjadi.

“Hari ini yang kita lihat, mayoritas wilayah Palestina itu dikuasai oleh ‘Israel’. Sekarang itu cita-cita dua negara sudah menjadi ‘mitos’, karena yang terjadi di Palestina sekarang bukan two-state, melainkan one-state reality. Walaupun ada Hamas dan Fatah yang berkuasa di tepi barat, tapi yang mengontrol darat, laut, udara Palestina ini adalah ‘Israel’,” terang Hasbi.

Menurutnya, solusi pembagian wilayah secara adil dan merata di tanah Palestina sudah hampir mustahil untuk tercapai. Hal ini kemudian menimbulkan kondisi settled colonization atau penjajahan tetap selama lebih dari 75 tahun.

Ia mengapresiasi atas komitmen dan dukungan pemerintah Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina yang senantiasa disalurkan dengan berbagai cara.

Tidak hanya pemberian bantuan pada masyarakat Palestina, namun juga upaya secara hukum pada Mahkamah Internasional.

Badan hukum milik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) atau The International Court of Justice (ICJ) memiliki setidaknya dua tugas, yakni memberikan fatwa hukum pada anggota PBB dan menyelesaikan sengketa antar negara. Pada salah satu ketentuan, untuk bisa membawa sengketa negara ke ranah ICJ diperlukan persetujuan antara kedua belah pihak. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan