Tidak Ada Makanan Berbuka, Ramadhan di Gaza Tanpa Kegembiraan
Keluarga Palestina berbuka di rumahnya yang hancur di Deir el Balah Gaza tengah.-Foto: net-
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - BULAN Ramadhan dimulai di Gaza di tengah serangan dan genosida pasukan penjajah ‘Israel’. Sementara warga Palestina masih dilanda krisis kemanusiaan sangat parah.
Hari pertama Ramadhan bagi warga Palestina menyaksikan mereka terus dilanda kelaparan, penyakit, dan kedinginan, selain menghadapi ancaman serangan bom yang tiada henti dari tentara ‘Israel’.
Palestinians breaking their fast on the first day of Ramadan amidst the ruins of their home, which was destroyed by an Israeli airstrike in Gaza. pic.twitter.com/U7rexa1jZk
Sementara umat Islam di negara lain merayakan bulan suci ini dan berpuasa di siang hari dengan lebih tenang, berbeda dengan di Gaza, ketika penduduknya menghadapi perang dan ada kebutuhan untuk menemukan anggota keluarga yang terkubur di bawah reruntuhan bangunan.
Baca Juga: KPAI Minta Aparat Bersikap Tegas pada Produsen Penyedia Petasan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengutip kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas, mengatakan 25 orang meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak.
Hanya Berbekal Mentimun
Seorang warga yang kini tinggal di tenda bernama Zaki Abu Mansour, 63, mengaku hanya menyantap tomat dan timun sebagai lauk berbuka puasa.
“Kami tidak tahu mau makan apa untuk berbuka puasa. Saya hanya punya satu tomat dan satu timun. Saya tidak punya uang untuk membeli apa pun. Semua barang yang ada dijual dengan harga terlalu tinggi,” ujarnya dikutip AFP.
Suasana menyambut bulan suci Ramadhan di pasar kota Nablus (utara Tepi Barat) kali ini juga dilaporkan sangat suram, ujar seorang warga, Abdul Latif Al-Kharaz.
Berbicara kepada Kantor Berita Palestina, WAFA, Al-Kharaz mengatakan Ramadhan tahun ini benar-benar berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Pria yang juga berprofesi sebagai pedagang asongan di kota tua Nablus selama bertahun-tahun ini mengatakan, bulan Ramadhan di kota ini biasanya dirayakan dengan penuh suka cita dan istimewa, kecuali pada tahun ini akibat serbuan ‘Israel’ ke Gaza yang tiada henti sejak 7 Oktober lalu.
“Biasanya sehari menjelang Ramadhan, pasar-pasar di kota ini ramai pengunjung dan membutuhkan waktu lama untuk membeli barang karena terbatasnya pergerakan akibat kepadatan,” ujarnya.
Di kota Rafah di mana 1,5 juta orang mencari perlindungan, makanan, yang biasanya berlimpah, kini digantikan oleh ‘makanan kaleng dan kacang-kacangan’, kata pengungsi Palestina Mohammad al-Masry setelah pindah dari Khan Younis.