Kabar Buruk untuk Honorer Gagal PPPK Paruh Waktu, Kali Ini soal Gaji 2026
ASN terdiri dari PNS, PPPK, dan PPPK Paruh Waktu yang bersifat sementara. Ilustrasi.-Foto: net-
MATARAM.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Terdapat 518 honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tidak terakomodasi dalam pengangkatan PPPK Paruh Waktu.
Nasib honorer tertinggal tersebut hingga saat ini belum jelas dan terancam Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK.
Terlebih, Rancangan Perda APBD 2026 NTB juga tidak menganggarkan gaji honorer. Anggota DPRD NTB Made Slamet menyoroti masalah tersebut.
"Saya kira anak-anak (honorer) ini sudah bekerja lama. Ada yang tidak lolos hanya karena tidak bisa komputer atau gagal saat pengecekan akhir. Ada pula yang mencoba peruntungan ikut tes CPNS, tetapi tidak berhasil. Mereka senior, bertahun-tahun mengabdi. Masa tiba-tiba tidak ada anggarannya," ujarnya kepada wartawan di Mataram, Rabu (3/12).
Ia menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh dari Kemendagri terhadap Raperda APBD 2026 NTB, termasuk perlunya pengalihan sejumlah pos anggaran untuk menyelamatkan nasib para tenaga honorer yang telah bertahun-tahun mengabdi.
Made Slamet mengaku DPRD telah berupaya mengawal persoalan ini sejak awal. Dari total 518 honorer, ia menyebut masih terdapat dugaan data ganda yang perlu ditelusuri, sehingga jumlah riil diperkirakan sekitar 430 orang.
Namun, menurutnya angka tersebut tetap mencerminkan ratusan aparatur yang telah lama bekerja, bahkan puluhan tahun. Namun, mereka kini terancam tidak digaji hanya karena alasan administratif atau faktor teknis.
Dia menyayangkan sikap Pemprov NTB yang tidak mengalokasikan anggaran gaji honor daerah dalam Raperda APBD 2026.
Made bahkan menegaskan akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat, baik Kemendagri maupun Kementerian PAN-RB untuk mencari solusi yang tidak merugikan para honorer.
Lebih lanjut, ia mendesak agar Kemendagri mengevaluasi alokasi anggaran lain yang dianggap tidak mendesak.
Made menyoroti anggaran pengadaan mobil listrik sebesar Rp14 miliar dan anggaran Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TPPD) senilai Rp2,9 miliar lebih yang menurutnya dapat dialihkan demi pembayaran gaji honorer.
Selain itu, ia menilai Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kebutuhan mendesak seperti pembayaran gaji honorer.
"Kalau untuk gaji yang sifatnya mendesak, saya kira masih ada celah. Ketimbang anggaran lain yang menurut kami tidak sesuai aturan, lebih baik alihkan dulu untuk honorer. Jangan sampai mereka kena PHK," ujarnya. Made juga menegaskan komitmennya untuk mendampingi para honorer hingga titik akhir.
Jika sampai terjadi PHK, ia memastikan akan mendampingi mereka secara hukum, bahkan melalui upaya gugatan berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.