Main Kayu
Proses evakluasi dan pencarian korban banjir bandang di Sumatra.-Dok. BNPB-
Tahun 2015 mulailah dibangun PLTA Batang Toru. Lokasinya di kecamatan Marancar. Ada kota kecil bernama Marancar Godang di dekat PLTA itu.
Mengingat lokasi itu terjal pembangunannya amat sulit. Biayanya besar: Rp 21 triliun. Pinjaman dari Tiongkok.
Proyek itu sudah 96 persen selesai. Sebelum Natal nanti harusnya bisa diresmikan. Tapi saya tidak dapat kabar apakah curah hujan yang berat di sana pekan lalu mengganggu penyelesaiannya.
Ini proyek besar: 510 MW. Tinggi bendungannya saja 110 meter. Tentu curah hujan tertinggi kemarin itu juga ujian bagi teknologi bendungannya: apakah cukup kuat.
Awalnya proyek ini juga penuh kontroversi: dianggap merusak lingkungan. Tapi di seluruh dunia PLTA awalnya hampir pasti ditentang. Barat pernah menentang habis-habisan pembangunan PLTA terbesar di dunia: Lembah Tiga Ngarai di dekat Chongqing. Setelah proyek selesai semua mengakui justru itu menyelamatkan lingkungan.
Saya juga tidak mendengar lagi penentangan terhadap PLTA Batang Toru. Memang lahan yang digunakan 'hanya' 101 hektare. Artinya, lahan seluas itu akan digenangi air.
Harusnya ini justru bisa mengurangi jumlah air yang langsung menderas ke hilir. Bahwa ada pohon seluas 100 hektare yang hilang harus ada perhitungan: proyek harus menanam pohon sebanyak yang hilang. Harusnya itu tidak sulit.
Yang sulit adalah hilangnya hutan seluas 1.300 hektare yang beralih menjadi perkebunan swasta. Mau diapakan. Lebih sulit lagi hilangnya 3.000 hektare hutan yang menjadi perkebunan rakyat. Dan yang jadi tambang: 130.000 hektare. Belum lagi yang jadi hutan konsesi: 17.000 hektare.
Sebenarnya DAS Batang Toru sudah ada yang mengurus: Badan Pengelola DAS Asahan Barumun. Lembaga inilah yang paling bertanggung jawab untuk menjaga DAS seluas 350.000 hektare di sana.
Yang jelas siapa pun sudah tahu: kawasan itu tergolong sangat tinggi curah hujannya. Siapa pun juga tahu: di bagian tengah kawasan itu gunung bergunung. Air akan lebih mudah menghantam wilayah bawah. Berarti permainan hutan di sana juga tidak boleh sama sembrononya dengan di Kalteng atau Kaltim.
Tapi main kayu rupanya bisa di mana saja. (Dahlan Iskan)