Palestina Mengubah Arah Sejarah Dunia

Palestina Mengubah Arah Sejarah Dunia-foto: net-
Namun perjuangan ini tetap menghadapi rintangan besar. Amerika Serikat masih menjadi pendukung utama Israel dengan paket bantuan militer miliaran dolar per tahun. Uni Eropa terbelah antara tekanan moral dari publik dan kepentingan ekonomi strategis di kawasan Timur Tengah. Sementara itu, perpecahan internal di tubuh Palestina, antara Otoritas Palestina di Tepi Barat dan kelompok perlawanan di Gaza, terus menghambat terbentuknya satu kepemimpinan nasional yang solid.
Selain itu, sistem global yang masih dikendalikan oleh kepentingan ekonomi dan industri senjata membuat perang seringkali lebih “menguntungkan” bagi kekuatan besar daripada perdamaian.
Peluang Baru di Tengah Kekacauan Global
Meski demikian, peluang untuk lahirnya tatanan baru dunia tidak sepenuhnya tertutup. Perang Ukraina, ketegangan di Laut Cina Selatan, serta pergeseran kekuatan dunia ke arah multipolar telah mengubah keseimbangan geopolitik global.
Banyak negara di Amerika Latin, Afrika, dan Asia kini lebih berani mengambil posisi pro-Palestina. Bolivia dan Kolombia menurunkan hubungan diplomatik dengan Israel, sementara Afrika Selatan membawa kasus genosida Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ). Indonesia, melalui diplomasi publik dan forum multilateral, terus menegaskan dukungan pada kemerdekaan penuh Palestina dengan Al-Quds (Yerusalem Timur) sebagai ibu kotanya.
Inilah momentum yang harus dimanfaatkan. Sebab sejarah menunjukkan bahwa perubahan besar selalu lahir dari krisis global. Indonesia merdeka saat dunia terpecah antara blok Barat dan Timur. Negara-negara Arab lahir dari keruntuhan Kekaisaran Ottoman. Dan mungkin, Palestina akan merdeka saat dunia mulai lelah dan jengah pada hegemoni tunggal Amerika Serikat dan mencari sistem internasional yang lebih adil.
Komunitas internasional bisa mempertaruhkan masa depan Palestina kepada ‘deep society’ AS untuk memaksa ‘deep state’ AS untuk mengubah total sikapnya terhadap Palestina. Peluang terbuka lebar jika mereka kompak suarakan evaluasi hubungan AS-Israel: “Jangan bajak negara kami, kami sudah lelah, Our Passionate Attachment to the Zionist State has Got to Stop!” seperti disampaikan Phillip Tourney, veteran tentara AS yang selamat dari insiden USS Liberty-8 Juni 1967.
Dari Tragedi Menuju Transformasi
Taufan Al-Aqsa adalah tragedi kemanusiaan, tetapi juga awal transformasi kesadaran dunia. Ia menyalakan alarm masyarakat internasional bahwa kolonialisme belum berakhir, hanya berganti wajah. Ia menunjukkan bahwa senjata bukan satu-satunya kekuatan. Sementara narasi dan kekuatan moral dan hati nurani bisa menembus tembok tebal istana dan ibu kota dunia yang paling kokoh sekalipun.
Jika perlawanan di Gaza mampu bertahan, membangun kembali kekuatan sipil, dan menyatukan faksi-faksi politiknya, maka revolusi kemerdekaan Palestina akan menemukan bentuknya sendiri — bukan dengan meniru revolusi lain, tetapi dengan menjadi simbol universal perjuangan melawan penjajahan modern.
Kesimpulan
Jelas sekali bahwa perlawanan Gaza itu berdampak luas dan dalam secara geopolitik internasional. Israel tidak akan buat kesepakatan damai dengan kelompok perlawanan, kecuali ada kartu truf yang diajukan oleh Hamas di meja perundingan setelah 2 tahun mereka bertahan. Ibarat pertandingan sepak bola, Hamas tidak pernah patah sampai menit ke 90 bahkan sampai ‘injury time’ tambahan waktu. Mereka telah buktikan menang di lapangan atau setidaknya bermain seri/imbang. Jika masih ada gonggongan orang yang menyerang perlawanan Gaza, itu karena mereka tidak mengerti arti kehormatan, tidak percaya manfaat perlawanan, dan lebih senang hidup dalam kehinaan.
Pengadilan sejarah akhirnya memutuskan bahwa ‘muqawamah’, perlawanan, resistensi militer terhadap penjajah adalah sah, bukan barang haram apalagi aliran sesat, dia tidak boleh dikriminalisasi. Justru entitas penjajah Israel itulah yang sedang diburu dan dikejar oleh mahkamah internasional, sementara para pejuang muqawamah jadi ikon pahlawan di seluruh dunia.
Dan jika dunia benar-benar belajar dari sejarah, maka tragedi Gaza bukanlah akhir, melainkan awal dari tatanan baru dunia yang lebih adil bagi umat manusia.
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin-pemimpin, dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi.” (QS. Al-Qashash: 5)