Honorer Hanya Curhat Minta jadi PPPK, Jangan Dibikin Tambah Susah

Guru honorer dari Bengkulu Rerissa menangis tersedu-sedu di depan pimpinan dan anggota Komisi X DPR RI, Senin (14/7). -Foto: Tangkapan layar YouTube Komisi X DPR RI-
JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Anggota Komisi X DPR RI Erna Sari Dewi menekankan curahan hati (curhat) guru honorer dari Bengkulu bernama Rerissa dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X DPR RI pada Senin (14/7) harus direspons dengan menghadirkan solusi yang substansial.
Ramai diberitakan, Rerissa yang merupakan pengurus Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) Provinsi Bengkulu menangis saat RDPU bersama Komisi X DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (14/7).
Keseharian, Rerissa mengajar di SMKN 4 Kepahiang, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu.
Sembari menangis, saat itu Redissa menyampaikan bahwa banyak non-ASN sudah mengabdi lebih dari 2 tahun yang mestinya masuk kategori honorer database BKN, tetapi dalam pengumuman kelulusan PPPK tahap 2 malah mendapat kode R4.
R4 (tanpa L) merupakan kode untuk honorer non-database BKN yang dinyatakan tidak mendapatkan formasi PPPK 2024 alias tidak lulus seleksi. Adapun honorer database BKN mendapatkan kode R3.
Dalam RDPU tersebut, Rerissa juga menyampaikan kondisi kesejahteraan guru honorer, termasuk menyebutkan jumlah honor yang dinilainya tidak manusiawi.
Pada kesempatan tersebut, Rerissa juga menyebut besaran gaji honorer yang tidak layak.
Ada yang mendapat gaji hanya Rp 30 ribu per jam. Jika dalam satu bulan mengajar 18 jam, dikalikan Rp 30 ribu, berarti Rp540 ribu.
Anggota Komisi X DPR RI Erna Sari Dewi mengaku prihatin setelah mengetahui gaji honorer.
“Saya sangat prihatin mendengar ada guru honorer yang digaji dengan angka seperti itu. Ini adalah gambaran keresahan di lapangan yang perlu ditindaklanjuti dan dicari solusinya,” ujar Erna dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (19/7).
Erna juga menanggapi langkah Pemprov Bengkulu yang melakukan pemanggilan guru tersebut untuk klarifikasi.
Erna menekankan pemanggilan terhadap guru honorer yang menyampaikan aspirasinya di forum resmi DPR RI harus dilakukan dalam semangat mendengarkan dan bagaimana duduk bersama mencari solusi, bukan menghukum.
“Hidup mereka sudah cukup sulit. Jangan dibikin tambah susah hanya karena mereka bersuara. Kalau ada yang tidak tepat, mari kita benahi bersama. Yang penting semangatnya adalah perbaikan ke depan, bukan mencari-cari kesalahan mereka,” ujarnya.
Erna menyatakan bahwa persoalan ini seharusnya menjadi momentum refleksi bersama, khususnya bagi pemerintah pusat dan daerah, bahwa negara masih belum mampu memberikan penghargaan yang layak atas jasa para guru honorer.