Keamanan Negara

Catatan Dahlan Iskan-foto :disway.id-
Pak Harto pun meninggal dunia. Tuntutan pun mulai mereda. Lalu lenyap. Setidaknya tidak lagi muncul di permukaan. Nama Pak Harto pelan-pelan naik kembali. Bahkan mulai ada tulisan di belakang bak truk yang bunyinya: ''masih enak zamanku tho?'' Ada gambar Pak Harto tersenyum di sebelah tulisan itu.
Lama-lama putri Pak Harto jadi anggota DPR. Menantu Pak Harto jadi presiden.
Saya membayangkan betapa sulitnya posisi Pak Harto di depan Bung Karno. Sebagai presiden, Pak Harto melihat: begitu tingginya amarah rakyat. Tapi Presiden Soeharto juga harus tahu bahwa ia harus mikul dhuwur mendhem jero atas tokoh sebesar Bung Karno. Apalagi Bung Karno berjasa besar dalam membuat dirinya bisa jadi presiden. Kalau saja Bung Karno waktu itu mengeluarkan komando ''lawan!'' belum tentu Pak Harto bisa jadi presiden.
Pun Presiden Habibie dan Presiden Gus Dur. Betapa sulit posisi kepresidenan beliau berdua: terjepit antara tuntutan rakyat agar adili ''bapak KKN'' Soeharto dan keharusan mikul dhuwur mendhem jero presiden yang digantikannya.
Kini Presiden Prabowo rasanya juga menghadapi hal yang sama.
Kalau kita belajar dari sulitnya posisi Presiden Soeharto atas Bung Karno dan sulitnya posisi Presiden Gus Dur atas Pak Harto kita juga bisa merasakan sulitnya posisi Presiden Prabowo atas Presiden Jokowi.
Kesimpulan saya: akhirilah ini sampai di sini. Tutuplah soal ijazah sekarang juga. Tidak perlu sampai pengadilan. Baik terhadap Rismon dkk maupun terhadap siapa saja.
Biarlah status ijazah itu ''menggantung'' begitu saja. Jangan ada vonis apa pun. Biarlah waktu yang akan berbicara. Biarlah kelak, 50 tahun lagi, para ahli sejarah punya pekerjaan untuk menuliskan adanya peristiwa di masa nan lalu di tahun 2025. (Dahlan Iskan)