Peran Ayah dalam Pendidikan Kejujuran dan Maaf

Peran ayah dalam mendidik anak –termasuk memohon ampun bagi anaknya— dicontohkan melalui berbagai kisah para Nabi .-foto: net-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - PENDIDIKAN akhlak merupakan fondasi utama dalam membentuk kepribadian anak, dan salah satu nilai moral terpenting yang harus ditanamkan sejak dini adalah kejujuran.

Kejujuran tidak hanya mencerminkan integritas pribadi, tetapi juga menjadi landasan bagi terciptanya masyarakat yang adil dan harmonis.

Dalam hal ini, keluarga berperan sebagai lingkungan pertama dan utama dalam proses pendidikan, di mana ayah memegang posisi penting sebagai pemimpin dan pendidik dalam rumah tangga.

Dalam Al-Qur’an, peran ayah dalam mendidik anak telah dicontohkan melalui berbagai kisah, seperti kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi Ya’qub ‘alaihissalam.

Kejujuran sebagai salah satu nilai akhlak mulia telah ditekankan dalam banyak ayat Al-Qur’an, dan menjadi bagian dari pendidikan tauhid yang menyeluruh.

Permohonan Ampun Ayah dalam Al-Quran

Dalam QS: Yusuf [12]: 97-98 menampilkan dialog anak yang mengakui kesalahan dan memohon ampun serta respon ayah yang memaafkan kesalahan anak.

“Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Mohonkanlah ampunan untuk kami atas dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang yang bersalah (berdosa). “Dia (Yakub) berkata, “Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sungguh, Dia Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS: Yusuf [12]: 97-98).

Menurut Ibnu Asyur dalam Kitab Tafsirnya yang berjudul Tafsir at-Tahrir wa Tanwir (jilid 13, hlm 54) bahwa permohonan maaf anak-anaknya Nabi Ya’qub adalah bentuk penyesalan dan pengakuan dosa yang dalam.

Anak-anaknya memohon kepada ayahnya agar sang ayah memohonkan ampun kepada Allah. Bisa dilihat bahwa jawaban Nabi Ya’qub disini menggunakan kata “سَوۡفَ” yang bermakna nanti/akan yang dapat menunjukkan bahwa terdapat penundaan, yang mana beliau tidak langsung memohonkan ampun saat itu juga.

Menurut Ibnu Asyur ini dapat dimaknai bahwa nabi Ya’qub memilih untuk menunggu waktu yang tepat, seperti waktu sahur atau hari jumat malam yang dianggap sebagai waktu mustajab doa.

“Dapat dipahami dari ayat tersebut bahwa sebenarnya Nabi Ya’qub telah memohonkan ampun bagi mereka saat itu juga, berdasarkan makna tersirat dari kalimat tersebut. Namun, beliau ingin mengingatkan mereka tentang besarnya dosa yang telah mereka lakukan dan tentang keagungan Allah Ta’ala. Selain itu, beliau juga bermaksud untuk menunjukkan bahwa ia akan terus mengulangi permohonan ampunan itu untuk mereka di waktu-waktu mendatang.”

Dalam tafsir Al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān wa al-Mubayyin lima Taḍammanahu min as-Sunnah wa Āy al-Furqān (jilid 9 hlm 906-907) al-Qurthubi mengatakan bahwa alasan mengapa anak-anak Nabi Ya’qub meminta ampun kepada ayah mereka karena mereka telah membuat Nabi Ya’qub sakit atas kesedihan yang menimpanya, dan dosa tersebut tidak akan hilang kecuali dengan ampunan Allah SWT.

Menurut al-Qurthubi, hukum ini tentunya berlaku bagi siapa saja yang menyakiti diri, harta dan lainnya milik seorang muslim dalam bentuk kezhaliman lainnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan