Kasus Dugaan Pungli di Rutan KPK, Dewas segera Sidang Etik 93 Pegawai
--
JAKARTA - Anggota Dewas Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Albertina Ho mengatakan Dewas KPK segera menggelar sidang kode etik terhadap 93 pegawai yang diduga terlibat kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Negara KPK.
"Pungli rutan akan segera kami sidangkan. Ada 93 (pegawai) yang akan disidangkan, tetapi tidak bisa semua sekaligus, akan dibagi beberapa kelompok," kata Albertina Ho di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/1).
Menurut Albertina, fokus sidang kode etik bukan pada berapa besaran uang yang diterima pada pihak yang terlibat, melainkan soal integritas pegawai KPK dalam melaksanakan tugas jabatannya.
"Kalau kami tidak memperhatikan jumlah berapa, kalau itu, kan, masalah pidana. Kalau kami dari etik, kami lihat integritasnya. Dia menerima sesuatu yang bukan haknya, menyalahgunakan wewenang dia sebagai pegawai rutan itu sudah jadi masalah, kan, untuk etik," paparnya.
Albertina menjelaskan bahwa pegawai yang akan disidang kode etik sebanyak 93 orang, karena petugas Rutan KPK mendapatkan rotasi tugas secara berkala.
Sebelumnya, Dewas KPK mengumumkan temuan soal pungli di Rutan KPK, yang jumlahnya mencapai Rp 4 miliar pada periode Desember 2021 hingga Maret 2022.
"Ini murni temuan Dewan Pengawas, tidak ada pengaduan," ucap Albertina Ho di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Senin (16/3/2023) lalu.
Albertina memaparkan bahwa pungutan liar tersebut dilakukan terhadap para tahanan yang ditahan di Rutan KPK.
Sejumlah bentuk pungutan liar berupa setoran tunai hingga transaksi yang melibatkan rekening pihak ketiga.
"Pungutan dilakukan ada berupa setoran tunai, semua itu menggunakan rekening pihak ketiga dan sebagainya. Ini kami tidak bisa menyampaikan secara transparan di sini karena ini ada unsur pidananya," tutur Albertina.
Dia menegaskan bahwa dewas bersungguh-sungguh ingin menertibkan instansi KPK tanpa pandang bulu.
"Siapa pun akan ditertibkan, termasuk pungutan liar di Rutan KPK," imbuhnya. (jp)