Hukum Tukar Uang Jelang Lebaran, Boleh atau Tidak?

Ilustrasi tukar uang jelang lebaran.-foto: net-
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Menjelang Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Indonesia seringkali disibukkan dengan tradisi menukarkan uang untuk berbagai keperluan. Uang yang ditukarkan umumnya digunakan untuk berbagi rezeki dengan keluarga, kerabat, atau orang lain di sekitar.
Biasanya, uang yang ditukarkan akan dipecah menjadi pecahan yang lebih kecil dan lebih rapi.
Fenomena tukar-menukar uang ini sangat populer menjelang Lebaran, terutama untuk mendapatkan pecahan uang yang lebih kecil dan dalam kondisi baik. Sebagai contoh, seseorang bisa menukar selembar uang pecahan Rp 100.000 dengan beberapa lembar uang pecahan lebih kecil, seperti lima lembar Rp 20.000.
Namun, meskipun tradisi ini telah dilakukan oleh banyak orang, muncul pertanyaan mengenai hukum menukar uang tersebut dalam pandangan Islam. Apakah tindakan ini dibolehkan atau justru dilarang?
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami hukum tukar uang menjelang Idul Fitri dari perspektif syariat Islam.
Hukum Menukar Uang Jelang Lebaran
Menurut Ustaz Ismail Soleh yang dikutip dari laman MUI Lampung, hukum menukar uang untuk THR dapat dilihat dari dua perspektif.
Perbedaan pandangan mengenai hukum menukar uang muncul karena perbedaan pemahaman terhadap akad penukaran uang. Sebagian melihatnya sebagai pertukaran uang sebagai barang yang dipertukarkan.
Sementara itu, pandangan lain lebih menekankan pada jasa yang diberikan oleh penyedia layanan penukaran uang menjelang Idul Fitri. Dalam hal ini, penukaran uang dianggap sebagai layanan yang masuk dalam kategori ijarah atau penyewaan jasa.
Menurut buku Riba di Sakumu karya Ammi Nur Baits, dalam Islam, tukar-menukar barang yang sejenis harus memiliki nilai yang setara dan dilakukan dengan pembayaran secara tunai.
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda,
"Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, sya'ir (gandum kasar) ditukar dengan sya'ir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, takaran atau timbangan harus sama dan dibayar tunai. Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa." (HR. Ahmad 11466 dan Muslim 4148).
Jika dilihat dari sisi uang, maka penukaran uang dengan jumlah yang lebih banyak dari semestinya dianggap haram, karena termasuk dalam kategori riba.
Di sisi lain, jika dilihat dari sisi penyedia layanan, praktik penukaran uang dengan tambahan jumlah tertentu dapat dianggap mubah menurut syariat. Hal ini karena penukaran uang tersebut termasuk dalam kategori ijarah, yaitu layanan jasa yang diberikan.