JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta mantan Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan bukti-bukti dan atau saksi untuk mendukung pernyataannya bahwa Presiden Jokowi meminta penghentian pengusutan keterlibatan Setya Novanto dalam perkara korupsi pengadaan e-KTP.
Ketua DPP PSI Ariyo Bimmo mengatakan tuduhan tanpa bukti tidak pantas dilakukan oleh seorang mantan pimpinan KPK.
“Semua orang bisa saja menyampaikan sesuatu. Namun, jika tidak dibarengi bukti dan atau saksi, itu bisa menjadi dusta, fitnah, atau hoaks. Pak Agus mantan pimpinan lembaga terhormat, silakan menyodorkan (bukti dan saksi), publik menunggu,” kata Ariyo Bimmo dalam keterangannya, Jumat (1/12).
Bimmo mempertanyakan alasan Agus baru menyampaikan pernyataan itu sekarang, padahal banyak kesempatan lain sebelumnya.
“Pak Agus punya sangat banyak pilihan waktu dan kesempatan untuk menyampaikan (tuduhan ini). Kenapa baru sekarang? Apa karena Pak Agus sedang mencalonkan diri sebagai anggota DPD dan perlu menarik perhatian publik?” lanjutnya.
Dia berharap Agus Rahardjo memberikan teladan kepada masyarakat dengan berbicara hanya berdasarkan bukti.
"Di saat kita membutuhkan Pemilu tanpa hoax, tuduhan-tuduhan tanpa bukti akan sangat merusak," pungkas Bimmo.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) gara-gara menjerat politikus Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka rasuah terkait proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Menurut Agus, Presiden Ketujuh RI itu menginginkan penyidikan kasus yang mendera Setnov -panggilan akrab Setya Novanto- dihentikan.
Agus menceritakan kisah itu saat menjadi tamu program Rossi yang ditayangkan Kompas TV pada Kamis (30/11/2023) malam.
Menurut Agus, suatu saat dirinya sebagai ketua KPK dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Negara.
“Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (menteri sekretaris negara, red),” tutur Agus.
Tokoh asal Magetan, Jawa Timur (Jatim), itu pun kaget karena ternyata dipanggil sendirian menemui Presiden Jokowi.
Menurut Agus, lazimnya seluruh pimpinan KPK hadir saat bertemu presiden.
“Saya heran, biasanya dipangil berlima, ini, kok, sendirian,” ucapnya.
Selain itu, Agus juga merasakan kejanggalan lainnya. Dia diminta masuk ke Istana Negara melalui pintu kecil di dekat masjid.
Bukan lewat ruang wartawan,” imbuhnya.
Begitu memasuki ruangan kerja Presiden Jokowi di Istana Negara, Agus makin kaget.
“Presiden sudah marah,” kata Agus. “Beliau sudah teriak ‘hentikan’!”
Hal itu membuat Agus terheran-heran. Dia bertanya-tanya tentang apa yang dimaksud dengan kata ‘hentikan’ yang diteriakkan Presiden Jokowi itu.
“Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang disuruh dihentikan itu kasusnya Pak Setnov, ketua DPR waktu itu,” tutur Agus. (jp)
Kategori :