Sejarah: Hari Arafah memiliki sejarah yang penting dalam Islam. Nabi Muhammad SAW pernah berdiri dan menyampaikan khutbah perpisahan di padang Arafah, dan Hari Arafah juga momen di mana Allah mengampuni dosa-dosa Kaum Mukminin di segala penjuru dunia.
Tradisi: Ibadah haji memiliki tujuh tahapan rangkaian dan tradisi yang diikuti secara berurutan.
Umat Islam yang melaksanakan haji mengitari Ka’bah sekitar tujuh kali, menghabiskan satu hari berdoa di Gunung Arafah, dan bermalam di Muzdalifah.
Makna: Hari Arafah dianggap sebagai hari keberuntungan dalam Islam, dan banyak peziarah mencoba yang terbaik untuk mengunjungi Bukit Arafah setidaknya sekali dalam hidup mereka.
Pada Hari Arafah, umat Islam berdiri dalam kewaspadaan kontemplatif, memanjatkan doa, mencari belas kasihan Tuhan atas dosa-dosa masa lalu mereka, dan mendengarkan khotbah para ulama Islam.
Amalan: Bagi yang tidak melaksanakan haji, ada beberapa amalan yang dapat diamalkan pada Hari Arafah, seperti puasa Arafah, yang dapat menghapus dosa-dosa selama setahun.
Penamaan lain: Hari Arafah juga dikenal sebagai "Bebas dari Api" dan "Hari Pertobatan dan Penerimaan Permohonan". Nama lain untuk Hari Arafah adalah "Gunung Kasih Sayang" (Jabal Rahmah),
tempat pertemuan Nabi Adam AS dan Siti Hawa setelah terpisah selama ratusan tahun.
Tahunan: Hari Arafah jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah, bulan ke-12 dan terakhir dalam kalender Islam. Itu terjadi pada hari kedua haji ke Mekkah, dan disusul oleh awal Iduladha,
perayaan Muslim memperingati pengabdian Nabi Ibrahim kepada Allah.
Dalam beberapa sumber, Hari Arafah juga dikaitkan dengan beberapa alasan lain, seperti Nabi Adam dan Hawa kembali mengetahui satu sama lain,
Nabi Adam mengetahui cara melakukan ibadah haji dari Malaikat Jibril, dan Allah memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah haji dengan ampunan dan rahmat.(*)