RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Pembahasan berkenaan dengan konsep harta menurut Islam, dalam kaitannya dengan perintah puasa adalah sangat tepat. Karena dapat ditelusuri bahwa perintah mendapatkan harta secara benar masih berkaitan erat dengan masalah puasa, yakni masih kelanjutan ayat yang memerintahkan puasa.
Perlu kiranya diungkapkan di sini sejak zaman Rasulullah saw memang sudah muncul kelompok sahabat yang memilih cara hidup menjauhi kehidupan duniawi.
Mereka memilih hidup sebagai zahid atau orang yang meninggalkan kenikmatan duniawi seperti dicontohkan oleh sahabat Abdurrahman bin Auf yang memilih tinggal disuatu tempat terpencil untuk dapat menjauhi kemewahan kehidupan duniawi.
Perlu diingat pula banyak dari kalangan sahabat Rasulullah saw yang lain seperti halnya usman dan abu bakar sebagai contoh orang-orang kaya atau istilah sekarang adalah orang konglomerasi. Oleh Rasulullah sebenarnya tidak ada larangan mereka memiliki harta yang banyak atau menjadi orang kaya.
Baca Juga: Viral Kaus Kaki Lafaz Allah, Bagaimana Seharusnya Muslim Menjaga Nama Allah?
Fakta yang demikian kiranya dapat diasumsikan bahwa dalam dalam ajaran Islam harta dipandang sebagai hal positif.
Islam bukan agama yang memandang harta sebagai hal yang harus dijauhi, atau lebih jauh lagi mengajarkan kepada para pengikutnya gaya hidup asketik, zuhud, seperti agama-agama lain.
Dalam sebuah riwayat yang sangat terkenal juga disebutkan bahwa orang yang mati terbunuh karena alasan membela hartanya, seperti perampokan, dimasukkan ke dalam syahid.
Dan melindungi harta juga merupakan salah satu pilar fondamen dari lima pilar Islam, yang lain adalah agama, kehormatan, jiwa dan keturunan.
Dalam Alqur’an digambarkan sebagai berikut : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu, sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya, dan yang demikian itu adalah lebih baik bagimu agar kamu (selalu) ingat”. QS:An Nur (24) 27.
Yang demikian itu memberikan kepada kita sebuah pemahaman bahwa rumah merupakan simbolisasi aset, kepemilikan pribadi yang memiliki privasi yang harus dihurmati dan tidak boleh dilanggar.
Memiliki harta dalam konsep Islam memang tidak ada larangan, sebanyak apapun, asalkan harta tersebut diperoleh dengan cara-cara yang benar. Dan perspektif yang demikian harus dapat dibedakan dengan semangat menimbun harta dengan cara-cara yang tidak dibenarkan, bahkan sampai menjadi budak harta semangat kapitalis.
Adapun cara-cara yang tidak dibenarkan dalam memperoleh harta yang disinggung dalam ayat yang masih kelanjutan dari ibadah puasa adalah melakukan penyuapan, kolusi lewat mafia hukum, sebagai alat legalisasi, sebagaimana firman Allah yang artinya sebagai berikut : “Dan janganlah sebahgian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antar kamu dengan cara yang bathil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebahagian dari harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. QS:Albaqarah (2) 188.
Sedangkan praktek menimbun harta sehingga membuat dirinya menjadi budak harta dan melalaikan Allah SWT. Bahkan sampai batasan anggapan dan keyakinan bahwa hartanya dapat melanggengkan dan mengendalikan hidupnya adalah yang benar-benar dikutuk AlQur’an yang artinya sebagai berikut: “Bermegah-megah telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam liang kubur”. QS:Al-Takkatsur (102) 1-2.
Disisi lain perlu diingat bahwa Al-Qur’an pun mengajarkan agar tidak menjauhkan diri dari harta karena sesungguhnya harta untuk kehidupan dunia,dan segala isinya adalah karunia Allah SWT, yang sengaja nyata-nyata diperuntukkan demi kepentingan dan kelangsungan hidup manusia itu sendiri.