RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Ibadah puasa sebagaimana ibadah-ibadah lain dalam agama Islam sama-sama memiliki dimensi sosial yang kuat. Meski demikian diakui pula bahwa ibadah puasa memiliki segi-segi yang sangat pribadi dan personal, antara lain disebutkan bahwa ibadah ini menjadi kepentingan khaliknya.
Namun begitu di sisi lain ibadah puasa ternyata juga tidak bisa dilepaskan begitu saja dari dimensi amal saleh, sebagai perwujudan lahiriah makna dan pesan ibadah itu sendiri.
Hal tersebut konsisten dengan sabda Rasulullah saw: “Barang siapa tidak bisa meninggalkan perkataan kotor, dan terus mengerjakannya, maka sesungguhnya Allah tidak memiliki kepentingan dengan amal puasanya”.
Berkenaan dengan kasus serupa amat menarik kiranya diungkapkan sebuah cerita Rasulullah saw. Dikisahkan beliau sering melambat-lambatkan cerahmahnya padahal sahabat sudah berkumpul.
Baca Juga: Studi Baru: Manfaat Puasa bagi Kesehatan yang Belum Banyak Diketahui Terungkap
Dan kejadian semacam ini dilakukan Rasulullah saw berkali-kali sehingga akhirnya para sahabatpun tidak sabar lagi ingin mengetahui ada apa dibalik perbuatan Rasulullah saw tersebut.
Dan setelah diamat-amati ternyata Rasulullah saw sedang menunggu kedatangan seseorang yang menurut kalangan sahabat tidak populer. Orang yang dinantikan Rasulullah saw itu datang dengan menenteng sandal dan masuk ke dalam masjid duduk bersama para sahabat yang sedang menunggu.
Ketika ditanya para sahabat mengapa ceramahnya dimulai setelah menunggu orang tadi...? Rasulullah saw pun menjawab bahwa orang yang baru datang itu adalah dari golongan ahli syurga.
Tentu saja jawaban Rasulullah saw tersebut membuat penasaran para sahabat. Salah seorang sahabat yang cerdik karena didorong oleh rasa penasaran, mencoba mengetahui amalan semacam apa yang diperbuat orang itu hingga dikatan oleh Rasulullah saw seorang ahli syurga.
Akhirnya sahabat tadi harus mengikuti orang tersebut secara diam-diam, dan setelah mengetahui rumahnya, ia datang dan mengaku sebagai seorang tamu yang kemalaman. Sahabat itu pun meminta agar diizinkan bermalam dirumah itu.
Selama bermalam dirumah orang tersebut, sahabat itu selalu mengawasi dan memperhatikan amalan keseharian orang tersebut yang menurut penilainnya, amalan orang itu sesungguhnya tidak ada yang istimewa, kecuali bahwa setiap kali bangun atau membetulkan posisi tidurnya, ia selalu menyebut nama Allah SWT.
Atau dzikrullah seperti difirmankan di dalam alquran yang artinya : “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambilberdiri, atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaam langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, maha suci Engkau,maka peliharalah kami dari siksa api neraka”. QS:Ali ‘Imran (3) 191.
Setelah terasa cukup akhirnya sahabat tadi dengan jujur membuka rahasianya bahwa ia sebenarnya hanya ingin mengetahui amalan apa saja yang dilakukan orang tersebut karena Rasulullah Saw. Menyebut dirinya golongan ahli Syurga.
Orang itupun kemudian mengingat-ingat semua amalan keseharian yang biasanya dikerjakan. Dan iapun mengetahui bahwa tidak ada satupun yang istimewa.
Kemudia ia hanya mengatakan menurut dugaan dan perkiraan bahwa dirinya barang kali termasuk orang yang tidak pernah melakukan Qaulu Zur, berkata keji, kotor, dan dengki (al-hasad) dengan siapapun.