Setelah mendapat nasehat pendek dari Rasulullah swt orang Badui tersebut berpikiran bahwa alangkah ringannya perintah dan persyaratan Rasulullah saw ini hanya dua patah kata saja “...jangan berdusta”.
Namun anehnya setelah Badui itu setiap kali akan melakukan perbuatan dosa, ia selalu teringat permintaan Rasulullah saw yang singkat, jangan berdusta.
Didalamhatinya selalu terbetik, kalau saya berbuat dosa, kemudian bertemu Rasulullah saw dan beliau bertanya tentang perpuatan saya, bagaimana sayaharus menjawab ? Padahal, beliau meminta agar tidak berdusta.
Meski begitu setelah melakukan usaha yang keras, akhirnya orang badui tersebut berhasil mencapai keimanan dan meninggalkan dusta.
Seseorang yang melakukan dosa yang diakibatkan oleh dusta, sebagaimana dikatakan bahwa pangkal dosa adalah dusta, oleh para ulam salaf dikatakan sama saja dengan kafir.
Hal demikian paralel dengan sebuah hadits yang sangat populer dikalangan salaf, yang menyatakan bahwa seseorang yang beriman tidaklah beriman ketika ia melakukan kejahatan baik mencuri, berzina, maupun mabuk-mabukan dan sebagainya.
Ini karena saat melakukan kejahatan dengan sendirinya ia kufur, yakni menutup kesadaran dirinya bahwa Allah swt ada dan selalu mengawasi dan mengetahui segala perbuatan kita.
Dengan begitu secara otomatis siaapa saja yang melakukan dosa dan kemudian mati pada saat sedang melakukan dosa, ia akan mati dalam keadaan kafir.
Orang mencuri kemudian meninggal maka dia seorang kafir, orang yang korupsi kemudia orang tersebut mati saat korupsi maka dia kafir dan demikian seterusnya. (*)