RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 13 tersangka terkait kasus dugaan penerimaan uang dalam bentuk pemerasan di lingkungan Rutan Cabang lembaga antirasuah.
Mereka yang ditetapkan tersangka ialah tiga eks Kepala Rutan Cabang KPK Achmad Fauzi, Deden Rochendi, dan Ristanta.
Lalu sejumlah eks pegawai di Rutan, mereka ialah Hengki, Sopian Hadi, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, Eri Angga Permana, Muhammad Ridwan, Suharlan, Ramadhan Ubaidillah A, Wardoyo, Ricky Rahmawanto, dan Muhammad Abduh.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan pihaknya menahan para tersangka selama 20 hari ke depan terhitung 15 Maret-3 April 2024.
"Ditahan di Rutan Polda Metro Jaya," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (15/3).
Baca Juga: Marc Marquez Takut Crash di MotoGP Qatar, Sudah Puas Finis Keempat!
Asep mengatakan pihaknya menerima Pegawai Negeri Yang Dipekerjakan (PNYD) di KPK mulai 2018. HK lalu ditugaskan sebagai Petugas Cabang Rutan dan Deden sebagai Petugas Keamanan merangkap Plt Kepala Cabang Rutan KPK.
Sekitar 2019, bertempat di salah satu cafe di wilayah Tebet, Jakarta Selatan, diadakan pertemuan yang dikuti Deden yang saat itu menjabat Plt Kepala Cabang Rutan.
Hengki, Ridwan, dan Ramadhan menunjuk serta memerintahkan Ridwan sebagai Lurah di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Kemudian, Abduh sebagai "Lurah" di Rutan Cabang KPK pada gedung Merah Putih dan Suherlan sebagai "lurah" di Rutan Cabang KPK pada gedung ACLC.
Berlanjut hingga 2020, terjadi pergantian komposisi personel "Lurah".
"Adapun tugas sebagai "Lurah" yaitu mengumpulkan dan membagikan sejumlah uang dari para tahanan melalui koordinator tahanan (Korting) di 3 Rutan Cabang KPK. Kaitan sebutan korting adalah perwakilan para tahanan yang ditugaskan sebagai pengumpul sejumlah uang dari para tahanan," kata dia.
Menurut dia, modus yang dilakukan Hengki dan kawan-kawan terhadap para tahanan di antaranya memberikan fasilitas eksklusif berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan handphone dan powerbank, hingga informasi sidak.
Sedangkan bagi para tahanan yang tidak atau terlambat menyetor, diberikan perlakuan yang tidak nyaman di antaranya kamar tahanan dikunci dari luar, pelarangan dan pengurangan jatah olahraga, dan mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak.
Asep menambahkan besaran uang untuk mendapatkan layanan-layanan tersebut bervariasi dan dipatok mulai dari Rp300 ribu-Rp20 juta yang kemudian disetorkan secara tunai maupun melalui rekening bank penampung dan dikendalikan oleh Lurah dan Korting.
Mengenai pembagian besaran uang yang diterima para tersangka juga bervariasi sesuai dengan posisi dan tugasnya yang dibagikan per bulan mulai dari Rp500 ribu-Rp10 juta.
Hengki dan kawan-kawan dalam melancarkan aksinya menggunakan beberapa istilah atau password di antaranya banjir dimaknai info sidak, kandang burung dan pakan jagung dimaknai transaksi uang, dan botol dimaknai sebagai handphone dan uang tunai.
Rentang waktu 2019-2023, besaran jumlah uang yang diterima Hengki dan kawan-kawan sekitar Rp6,3 miliar.
"Masih akan dilakukan penelusuran sertap pendalaman kembali untuk aliran uang maupun penggunaannya," kata Asep.
Para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (jp)