Untuk itu, dua karyawan yang kini jadi terdakwa, Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang memasang patok untuk melindungi area produksi penambangan mereka.
Namun, upaya ini malah dianggap menghalangi PT Position yang menambang di wilayah PT WKM.
Ahli lainnya di bidang pidana, Khairul Huda menilai perkara yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lebih tepat diselesaikan secara administratif atau perdata, bukan pidana.
Khairul Huda mengatakan sengketa yang muncul antara dua perusahaan tambang terkait klaim wilayah izin usaha pertambangan (IUP) menunjukkan adanya perbedaan kepentingan korporasi, bukan perbuatan pidana.
“Kalau memang ada sengketa antarperusahaan terkait batas wilayah, maka seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hukum perdata atau administratif. Hukum pidana itu ultimum remedium, alat terakhir jika cara lain tidak dapat ditempuh,” kata Khairul Huda di persidangan, Rabu 22 Oktober 2025.
Dia menambahkan PT Position telah menjalin perjanjian kerja sama (PKS) dengan PT WKS atau Wana Kencana Sejati, pemegang izin penggunaan kawasan hutan.
Karena itu, kata Khairul Huda, aktivitas PT Position di area tersebut dapat dikategorikan sah selama tidak melampaui perjanjian.
Namun, dia menilai ada pelanggaran atau yang di luar perjanjian, yakni kurangnya perlindungan kawasan hutan dan kepastian hukum.
Padahal ini harus dilakukan, terutama oleh PT WKS sebagai pemilik hak pengelolaan hutan, agar negara tidak kehilangan sumber daya alamnya, yakni pepohonan alam.
Dalam pembukaan jalan serta penambangan yang dilakukan PT Position, sejumlah pohon ditebang.
Setuju dengan ahli pidana Khairul Huda, penasihat hukum terdakwa Awwab dan Marsel, Otto Cornelis Kaligis atau akrab disapa OC Kaligis menilai kasus patok lahan nikel di Halmahera Timur seharusnya tidak masuk ranah pidana.
Kenyataannya, atas laporan PT Position yang didukung penyidik di Bareskrim Polri, kasus ini malah jadi agenda sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kaligis menyebut fakta di lapangan menunjukkan kliennya adalah pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang sah, sehingga tindakan pemasangan patok di wilayah tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
“Bahwa sebenarnya ini bukan perkara yang harus dimajukan ke pengadilan. Apalagi kami adalah pemegang IUP. Rekan saya sudah menjelaskan keadaan di lapangan, tetapi ketika ahlinya mengatakan bukan kewenangannya, itu bohong besar,” ujar OC Kaligis di ruang sidang.
Kuasa hukum lainnya Rolas Sitinjak menilai keterangan para ahli yang dihadirkan jaksa, yakni ahli pidana dan pertambangan justru mendukung pihaknya.
“Ahli pidana sendiri menyatakan, jika patok dipasang di wilayahnya WKM, ini bukan delik pidana. Jadi makin terang, perkara ini seharusnya tidak perlu masuk ke pengadilan,” kata Rolas.