RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui sempat mencari-cari Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, saat melakukan giat operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Sidoarjo, pada Kamis (25/1).
Dalam OTT di Sidoarjo, KPK sempat mengamankan asisten pribadi (aspri) Bupati Sidoarjo, Aswin Reza Sumantri dan kakak ipar Bupati Sidoarjo, Robith Fuadi.
Dalam OTT di Kabupaten Sidoarjo, KPK telah menetapkan Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati sebagai tersangka.
"Secara teknis pada hari Kamis sampai Jumat itu, kami sudah melakukan secara stimultan mencari yang bersangkutan (Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali)," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (29/1).
Baca Juga: Tampil Buruk Musim Lalu, Bastianini Tak Kehilangan Kepercayaan Diri
Ghufron membantah pihaknya meloloskan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali dalam giat operasi senyap di Kabupaten Sidoarjo. Sebab, penetapan tersangka ini lebih dari 1x24 jam, setelah KPK menggelar OTT pada Kamis (25/1).
"Jadi tidak benar kalau kemudian jeda sampai 4 hari ini itu adalah kami menghindari, jadi tidak ada itu," tegas Ghufron.
Pimpinan KPK berlatar akademisi itu memastikan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Sidoarjo dalam pengembangan kasus ini.
"Tapi setelah kami tidak temukan yang bersangkutan pada hari penangkapan, tentu kami akan melakukan prosedur hukum yaitu pemanggilan kepada yang bersangkutan sesuai proses penyidikan," ucap Ali.
Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati sebagai tersangka kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang kepada ASN BPPD di Sidoarjo. KPK menduga, pemotongan uang ASN tersebut salah satunya untuk kepentingan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali.
Besaran potongan yang diterima senilai 10 sampai dengan 30 persen, sesuai dengan besaran insentif yang diterima. KPK menduga, selama 2023 penerimaan dana insentif itu berjumlah Rp 2,7 miliar.
Siska disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f Undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (jp)