Farida merekomendasikan dua metode utama, yaitu di dalam lemari es (sekitar 4 derajat Celsius) untuk mengurangi risiko pertumbuhan bakteri dan mempertahankan kualitas nutrisi.
Kedua, pencairan dalam air dingin (terbungkus rapat) sebagai alternatif yang lebih cepat dari lemari es.
Namun, air harus diganti setiap 30 menit untuk menjaga suhu tetap rendah.
“Suhu air yang disarankan adalah sekitar 15 derajat Celsius dengan durasi 2-3 jam. Meskipun sedikit lebih tinggi dalam kehilangan cairan dibanding pencairan di kulkas, metode ini tetap aman jika daging dibungkus rapat untuk mencegah kontaminasi.” ujarnya.
Dia tidak merekomendasikan pencairan pada suhu ruang karena metode itu dapat meningkatkan risiko pertumbuhan bakteri yang cepat.
Studi oleh Obaidi (2016) menemukan peningkatan beban bakteri yang signifikan pada daging yang dicairkan pada suhu ruang.
"Begitu pula dengan pencairan menggunakan microwave yang dapat menyebabkan pemanasan tidak merata dan berisiko pertumbuhan bakteri jika tidak segera dimasak.” ujarnya.
Dia juga mengingatkan masyarakat untuk jeli mengenali tanda-tanda penurunan kualitas gizi pada daging yakni menunjukkan perubahan warna, seperti menjadi abu-abu, kehijauan, atau coklat gelap.
Selain itu, bau tidak sedap (asam atau tengik) dan tekstur berlendir juga menjadi indikator kuat adanya pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.
Ia menjelaskan fenomena “freezer burn” juga menjadi perhatian yang ditandai dengan munculnya bercak kering dan perubahan warna pada permukaan daging akibat dehidrasi dan oksidasi selama penyimpanan beku yang terlalu lama atau kemasan yang tidak kedap udara.
"Kondisi itu dapat menyebabkan kehilangan protein larut dan vitamin, serta menurunkan kualitas sensori daging," ujarnya. (jp)