JAKARTA.koranradarlebong.co - Ratusan massa dari Perkumpulan Pemuda Keadilan dan Solidaritas Pekerja Sritex menggeruduk Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Senin (2/6).
Mereka mendorong penuntasan kasus korupsi pada pemberian kredit dari beberapa bank ke PT Sri Rejeki Isman (Sritex).
Massa memulai unjuk rasa di Kejagung sekitar pukul 13.00 WIB. Ratusan demonstran membawa sebuah mobil komando untuk menyampaikan aspirasi.
“Kita meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan tuntutan yang maksimal kepada tersangka Iwan Lukminto dan kawan-kawan,” tutur Koordinator Aksi Dendi Budiman.
BACA JUGA:Panpel Hadapi Persoalan Ini Menjelang Indonesia Open 2025
Massa aksi membawa poster dan spanduk bernada emosi atas terjadinya kasus tersebut. Menurut mereka, PT Sritex telah mengorbankan banyak nyawa dan keluarga lantaran pailit imbas korupsi.
“Kedatangan kita tidak main-main, untuk mengingatkan Kejaksaan Agung jangan main-main. Kasus ini menyebabkan puluhan ribu korban,” jelas dia.
Orator juga mengulas dugaan penggunaan dana kredit untuk kepentingan pribadi Iwan Setiawan Lukminto.
Akibat perbuatannya, PT Sritex dinilai menjadi pailit dan menyebabkan PHK massal.
“Bukannya digunakan untuk menyelamatkan pekerjanya, malah digunakan untuk memuaskan ambisi kekuasaan bersama koleganya,” Dendi menandaskan.
Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex.
Mereka adalah Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020, Dicky Syahbandinata.
Kemudian Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020, Zainuddin Mappa dan Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022 Iwan Setiawan Lukminto.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, penyidik tengah mendalami ke mana pembayaran kredit oleh bos PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (ISL), yakni untuk perusahaan atau pribadi.
“Nah itu yang sedang terus didalami, ke mana aliran penggunaan uang Rp 692 miliar. Sehingga itu dikatakan sebagai kerugian uang negara. Kan kalau kita dengar penjelasan, ini kan sesungguhnya bahwa pemberian kredit ini kan harus digunakan untuk modal kerja,” tutur Harli kepada wartawan, dikutip Sabtu (24/5).