Angka ini setara dengan sekitar Rp13,2 kuadriliun, jumlah yang sangat besar dan dapat digunakan untuk meningkatkan akses layanan kesehatan, terutama di negara-negara berkembang yang masih kekurangan fasilitas medis.
Namun, peneliti utama studi ini, Dr. Marco Springmann, menyadari bahwa mengubah pola makan masyarakat dunia tidaklah mudah. Dibutuhkan kesadaran kolektif, edukasi berkelanjutan, dan dukungan dari pemerintah serta pelaku industri makanan.
Untuk mencapai target tersebut, konsumsi sayuran dan buah perlu meningkat setidaknya 25 persen, sementara konsumsi daging harus dikurangi hingga 56 persen.
Perubahan gaya hidup memang tidak bisa terjadi secara instan. Namun, setiap individu bisa memulai dari langkah kecil, seperti mengurangi konsumsi daging merah, memperbanyak asupan nabati, dan mendukung produk makanan lokal yang ramah lingkungan.
Kampanye dan edukasi mengenai pentingnya pola makan sehat dan berkelanjutan perlu digencarkan demi menyelamatkan bumi dari ancaman perubahan iklim yang semakin parah.
Sebagai penutup, penting untuk diingat bahwa apa yang kita makan setiap hari bukan hanya berdampak pada tubuh kita, tapi juga pada masa depan bumi.
Dengan mengubah gaya hidup ke arah yang lebih sehat dan ramah lingkungan, kita tidak hanya meningkatkan kualitas hidup pribadi, tetapi juga turut serta dalam menjaga planet ini agar tetap layak huni bagi generasi mendatang.