Kejagung Paling Dipercaya Publik, Pakar Prediksi Serangan Balik Koruptor Makin Gencar

Rabu 16 Apr 2025 - 20:04 WIB

Jakarta.koranradarlebong.com - Guru besar Universitas Lampung Prof. Hieronymus Soerjatisnanta, melihat agresifnya Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pemberantasan korupsi, membuat lembaga ini rawan mendapat serangan balik dari para koruptor.

Hal ini disampaikan guru besar yang biasa disapa Tisnanta, menanggapi survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menempatkan Kejagung sebagai lembaga hukum yang paling dipercaya publik.

Kejagung mendapatkan tingkat kepercayaan publik sebesar 75 persen. Kemudian selanjutnya Mahkamah Konstitusi (MK) 72 persen, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 68 persen, pengadilan 66 persen, dan Polri 65 persen.

Dijelaskannya, prestasi Kejagung dalam mengungkap perkara-perkara besar, baik dari sisi kerugian negara maupun berani menyasar pejabat tinggi negara, membuatnya rawan mendapatkan serangan balik.

BACA JUGA:KPK Geledah Rumah La Nyalla Terkait Jabatannya di KONI Jatim

“Ketika kewenangan kejaksaan dihabisi, jaksa tidak boleh melakukan penyidikan, tidak boleh meminta penyidikan tambahan, tidak bisa mengambil alih perkara, ini bentuk perlawanan terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan kejaksaan,” jelas Tisnanta.

Ditambahkan Tisnanta, prestasi Kejagung dalam pemberantasan korupsi, faktor utamanya bukan karena sistem hukum pidana di Indonesia. Prestas Kejagung lebih disebabkan karena faktor kepemimpinan.

“Seperti lebih pada kerja aktor-aktornya, seperti Jaksa Agung, Jampidsus, maupun Direktur Penyidikannya. Ketika itu nanti orangnya berganti sepertinya hasilnya (kinerja Kejagung) juga akan berbeda,” ungkap dosen yang biasa disapa Tisnanta ini.

Dengan demikian, lanjut Tisnanta, prestasi Kejagung dalam beberapa tahun ini, bukan dari sistem peradilan pidana di Indonesia.

“Tetapi lebih karena political will dari kepemimpinan di lembaga Kejaksaan Agung,” terang dosen pengajar di Fakultas Hukum Unila ini.

Sayangnya, kata Tisnanta, tidak mungkin para pimpinan di Kejagung akan ada di sana selamanya.

Sehingga jika nanti ada pergantian Jaksa Agung maka akan tergantung juga pada political will presiden.

“Kalau presiden memiliki komitmen pemberantasan korupsi, itu nanti Jaksa Agung akan mengikuti,” jelas dia.

Terkait survei LSI yang juga menemukan adanya keinginan publik agar kewenangan lembaga hukum lain disamakan dengan kewenangan polisi, Tistanta mengaku mendukung gagasan itu.

“Saya mendukung itu, cuma problemnya ada potensi (yang harus diperhatikan). Misalnya polisi tidak punya kewenangan melakukan penyadapan, seperti yang dimiliki kejaksaan dan KPK. Kalau polisi dimiliki kewenangan penyadapan itu potensial terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Penyadapan itu kewenangan luar biasa yang harusnya digunakan untuk penanganan kejahatan luar biasa seperti korupsi dan terorisme,” papar Tisnanta. 

Kategori :