JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemui keluarga GRO, siswa SMK Negeri 4 Semarang, Jawa Tengah, yang menjadi korban tewas dalam peristiwa penembakan oleh oknum polisi Aipda RZ.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengatakan tim tersebut diturunkan pada pekan lalu.
Selain menemui keluarga korban, LPSK juga menemui saksi, Polrestabes Semarang, dan Polda Jawa Tengah.
“Kami memandang bahwa tentu keluarga korbannya perlu dibantu, bisa dilakukan pendampingan dan sebagainya, sehingga kami memutuskan bahwa ini perlu proaktif, kami pergi ke sana untuk ketemu keluarga korban,” kata Susilaningtias, Jumat.
BACA JUGA:KPK Terbitkan Ulang Foto Harun Masiku dengan Berbagai Sisi, Lihat
Pada saat menemui keluarga korban, terang dia, LPSK menjelaskan perihal hak restitusi atau ganti rugi.
Tim LPSK juga menyampaikan hak perlindungan, pendampingan, serta pemulihan yang dimiliki oleh keluarga korban maupun saksi.
“Restitusi kami jelaskan, termasuk pendampingan kami jelaskan kepada keluarga korban, dan ada beberapa saksi yang juga kami temui berkaitan dengan kasus ini, kami tawarkan juga, LPSK bisa melakukan pendampingan atau perlindungan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Susilaningtias menjelaskan bahwa perlindungan dilakukan secara prinsip sukarela dari pihak yang ingin dilindungi.
Oleh sebab itu, LPSK akan melindungi saksi maupun korban apabila ada permohonan yang diajukan.
Akan tetapi, hingga saat ini, LPSK belum menerima permohonan perlindungan secara resmi, baik dari keluarga maupun kuasa hukumnya.
“Kami kemarin sudah meninggalkan formulir permohonan perlindungan supaya diisi, tetapi (formulir itu) belum kembali,” ucap dia.
Sebelumnya, berdasarkan hasil pemantauan atas kasus ini, Komnas HAM merekomendasikan LPSK untuk memberikan perlindungan saksi dan korban.
Menurut Komnas HAM, oknum polisi yang melakukan penembakan, RZ, memenuhi unsur pelanggaran HAM.
Komnas HAM menilai RZ melanggar hak hidup dan melakukan pembunuhan di luar proses hukum; melanggar hak untuk bebas dari perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat kemanusiaan; serta melanggar hak atas perlindungan anak, mengingat korban penembakan masih berusia di bawah 18 tahun.