RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Menjelang pendaftaran PPPK 2024 yang belum jelas kapan akan dibuka, isu honorer bodong dan yang tidak masuk database BKN alias tercecer, kembali mengemuka.
Sebelumnya, Deputi bidang Sistem Informasi Kepegawaian (Sinka) BKN Suharmen mengatakan pihaknya bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah selesai melakukan verifikasi dan validasi 1,7 juta honorer.
Hasil verval, tidak semua honorer memenuhi kriteria yang dipersyaratkan sebagaimana Surat Edaran Nomor B/ISII IM SM.01.OO/2022 tertanggal 22 Juli 2022.
Tidak memenuhi kriteria, kata Suharmen, bukan berarti masuk kategori sebagai honorer bodong.
"Mungkin tenaga non-ASN ini bukan bodong, ya, tetapi tidak sesuai kriteria, " kata Deputi Suharmen kepada JPNN, Jumat (9/8).
Sayangnya, Suharmen enggan menyebutkan jumlah honorer yang tidak memenuhi kriteria tersebut. Alasannya, kewenangan menyebutkan jumlah honorer gagal verval menjadi ada di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).
Apapun sebutannya, apakah bodong atau tidak memenuhi kriteria, nasibnya sama saja, yakni tidak masuk daftar pengangkatan menjadi PPPK.
Saat Rapat Kerja dengan Komisi II DPR pada 13 September 2023, MenPAN-RB Azwar Anas menjelaskan, audit data honorer dilakukan secara menyeluruh. Bukan acak.
Dia juga menyatakan sudah mengingatkan kepada seluruh kepala daerah bahwa jika data honorer ternyata tidak valid dan dibuatkan SPTJM, maka akan berdampak hukum.
“Karena (dengan adanya honorer bodong, red) pasti merugikan teman-teman yang sudah mengabdi lama, disalip,” kata Anas.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika nantinya ditemukan honorer tidak valid, maka akan dicoret dalam proses seleksi PPPK, meski dia masuk honorer yang mendapatkan afirmasi.
“Data yang enggak benar, otomatis gugur,” tegas Azwar Anas saat itu.
Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera juga kencang bicara soal data honorer. Dia memperjuangkan nasib honorer tercecer.
Mardani Ali Sera mendesak pemerintah pusat mempercepat pendataan dan mendorong kepala daerah untuk mengirimkan jumlah tenaga honorer yang bekerja di lingkungan pemerintahan.
Terlebih, kata Mardani, kebanyakan pegawai honorer yang tidak terdaftar atau tidak masuk database BKN, memiliki masa kerja cukup panjang.
"Mereka telah mengorbankan waktu, tenaga, dan dedikasi untuk melayani masyarakat dengan penuh tanggung jawab,” kata Mardani.
Saat Raker dan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan KemenPAN-RB, BKN, dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di Senayan, Rabu 12 Juni 2024, Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi mengingatkan pentingnya validasi data honorer yang akan diangkat menjadi PPPK.
Politikus dari Partai NasDem itu mengingatkan pemerintah agar menutup celah yang bisa menjadi peluang terjadinya manipulasi data honorer yang akan diangkat menjadi PPPK 2024.
Dia menyoroti peran penting operator yang mengurus data honorer.
Menurutnya, operator bisa menghapus data honorer yang sudah lama mengabdi, diganti dengan honorer baru.
“Operator sangat penting. Dia bisa mengganti dapodik, diganti orang baru,” kata Kamran saat itu.
Menurutnya, kecurangan seperti itu bisa terjadi karena ada peran penguasa di daerah.
“Yang tereliminasi itu biasanya anak-anak petani, yang tidak punya akses (dengan penguasa di daerah),” kata Kamran, sembari mengungkapkan bahwa dirinya pernah menjadi anggota DPRD sehingga paham masalah-masalah terkait pengangkatan honorer jadi ASN.
Kamran berharap, kasus-kasus menipulasi data honorer jangan sampai terjadi lagi pada seleksi PPPK 2024.
Dia bercerita, pernah ada kasus seorang pedagang di pasar, yang tidak pernah menjadi tenaga honorer, tiba-tiba diangkat menjadi ASN.
“Orang jualan di pasar, tidak pernah jadi honorer, tiba-tiba jadi pegawai, karena ada tingkat (akses dengan) penguasa. Yang seperti ini jangan terjadi lagi,” cetus mantan anggota DPRD Anggota DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow itu.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih, pada Januari 2022, juga mengungkapkan rasa khawatir melihat amburadulnya data honorer.
Bagaimana tidak. Masing-masing instansi punya data honorer sehinggai sulit mengontrolnya.
Kemendikbudristek punya data pokok pendidikan (Dapodik), Kemenag menyediakan Sistem Informasi dan Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada Kementerian Agama (Simpatika), BKN memiliki database honorer K2, Kementan punya sendiri, demikian juga instansi lainnya.
Ironisnya, kata Fikri, semua data itu tidak diverifikasi validasi (verval) paling tidak selama 8 tahun terakhir.
Dari sekian data itu, hanya database honorer K2 di BKN yang sudah dikunci. Sementara instansi lain datanya masih terus berubah. Setiap saat ada penambahan honorer.
Pemerintah harus memastikan siapa honorer yang benar-benar tercecer, yang karena suatu hal tidak terdata di BKN pada 2022.
Sekretaris Jenderal DPP Forum Honorer Non-Kategori Dua Indonesia (FHNK2I) Tenaga Kependidikan Herlambang Susanto mengatakan bahwa tenaga non-ASN yang tidak masuk pendataan BKN bukan berarti bodong atau siluman.
Namun, saat pendataan berlangsung, beberapa jenis jabatan tidak masuk lantaran pemahaman setiap daerah berbeda-beda.
"Bagaimana semua honorer bisa masuk database BKN, pemda saja tidak paham dengan kriteria yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor B/ISII IM SM.01.OO/2022 tertanggal 22 Juli 2022," kata Herlambang kepada JPNN.com, Senin (12/8).
Jika benar tercecer, padahal sudah lama mengabdi dan rela menerima honor seadanya, maka menjadi hak yang bersangkutan ikut diangkat jadi PPPK 2024. (jp)
Kategori :