Sakit, Shalat Dijamak, Boleh?
--
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Pertanyaan: Dikala sakit, badan tak memungkinkan untuk melakukan aktivitas lebih berat. Dalam kondisi demikian, bolehkah menjamak shalat?
Ahmad Zakariya di Surabaya
Jawaban: Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menjamak shalat disebabkan sakit. Berikut pendapat para ulama 4 madzhab terkait jamak shalat ketika sakit:
Madzhab Hanafi
Menurut madzhab Hanafi, dilarang menjamak shalat disebabkan karena sakit. Hal itu disebabkan karena madzhab ini memiliki pandangan bahwa menjamak shalat hanya disyariatkan di Arafah dan Muzdalifah. Menjamak shalat Dzuhur dan Ashar di waktu shalat Dzuhur di Arafah dan menjamak shalat Maghrib dan Isya` di Muzdalifah di waktu Isya` di Muzdalifah. Dan tidak boleh juga menjama` shalat karena udzur safar maupun hujan. (Badai` Ash Shanai`, 1/126)
Madzhab Maliki
Adapun dalam madzhab Maliki, dibolehkan menjamak dua shalat. Jika dikhawatirkan bagi seorang yang sakit kehilangan akalnya, maka hendaknya ia melaksanakan jamak taqdim, sebagaimana pendapat Imam Malik. (Al Mudawanah, 1/04)
Madzhab Syafi`i
Pendapat masyhur dalam madzhab Syafi`i, dan yang merupakan pendapat Imam Syafi`i, bahwasannya dilarang menjamak shalat karena sakit. Namun sebagian dari ulama madzhab Syafi`i membolehkannya, seperti Qadhi Al Husain, Al Mutawalli, Abu Sulaiman Al Khaththabi serta Ar Ruyani. Imam An Nawawi menyatakan bahwa pendapat ini sangat kuat. (Al Majmu` Syarh Al Muhadzdzab, 4/383)
Imam Taqiyuddin As Subki ulama besar madzhab Syafi`i juga memfatwakan mengenai bolehnya manjamak dua shalat di kala sakit. (Thabaqat Asy Syafi`iyah Al Kubra, 9/106)
Madzhab Hanbali
Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi, ulama rujukan dalam madzhab Hanbali menyatakan bahwa dibolehkan menjamak shalat dikarenakan sakit. (Al Mughni, 2/204)
Dalil Madzhab yang Melarang Menjamak Shalat karena Sakit
Para ulama yang berpendapat bahwasannya menjamak shalat karena sakit merupakan perkara yang dilarang berdasarkan beberapa dalil. Mereka menyatakan bahwa mengakhirkan shalat di luar waktunya merupakan dosa besar, maka tidak boleh melakukannya, sebagaimana perkara dosa besar lainnya. Al Kasani juga menyebutkan hujjah dalam hal ini:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((مَنْ جَمَعَ بَيْنَ صَلَاتَيْنِ فِي وَقْتٍ وَاحِدٍ فَقَدْ أَتَى بَابًا مِنْ الْكَبَائِرِ)) (البدائع، 1/127)
Artinya: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma, bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,”Barangsiapa menjamak dua shalat dalam satu waktu, maka i a telah memasuki satu pintu dari dosa-dosa besar.” (Al Badai`, 1/127)
Al Kasani menyebutkan riwayat di atas tanpa menunjukkan sumber dari kitab-kitab Hadits. Sedangkan yang ada dari kitab-kitab Hadits menunjukkan bahwa ancaman bukan karena menjamak shalat, namun karena menjamaknya tanpa udzur, seperti dalam riwayat berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((مَنْ جَمَعَ بَيْنَ الصَّلاَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَقَدْ أَتَى بَابًا مِنْ أَبْوَابِ الكَبَائِرِ)). (رواه الترمذي: 188، 1/259)
Dari Ibnu Abbas, dari Nabi ﷺ, di mana beliau bersabda, ”Barangsiapa menjamak dua shalat tanpa ada udzur, maka ia telah memasuki satu pintu dari dosa-dosa besar. (Riwayat At Tirmidzi)
Imam At Tirmidzi menyatakan bahwa salah satu rawi Hadits ini yang bernama Hasan bin Qais dhaif. Namun Hadits ini diamalkan oleh para ulama. (Sunan At Trimidzi, 1/259)
Mereka yang melarang menjamak shalat karena sakit juga berdalil dengar perkataan sahabat Umar:
وَعَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: ((الْجَمْعُ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ مِنْ الْكَبَائِرِ)). (البدائع، 1/127)
Artinya: Dari Umar radhiyallahu `anhu bahwa ia berkata,”Menjamak dua shalat termasuk dosa-dosa besar.” (Al Badai`, 1/127)
Namun yang ada dari periwayatan Umar bukan larangan menjamak shalat secara mutlak, namun menjamak shalat tanpa udzur.
عَنْ عُمَرَ، قَالَ: ((جَمْعُ الصَّلَاتَيْنِ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ مِنْ الْكَبَائِرِ)). (رواه البيهقي في السنن الكبرى: 5559، 3/240)
Artinya: Dari Umar, ia berkata,”Siapa yang menjamak dua shalat tanpa udzur, maka hal itu termasuk dosa-dosa besar. (Riwayat Al Baihaqi di As Sunan Al Kubra)
Dan riwayat ini pun terputus, karena rawi yang bernama Abu Al `Aliyah tidak mendengar dari Umar. (As Sunan Al Kubra, 3/240)
Sedangkan para ulama yang berpendapat bolehnya menjamak shalat karena sakit berhujjah dengan Hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: ((جَمَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ، وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ، فِي غَيْرِ خَوْفٍ، وَلَا مَطَرٍ)). (أخرجه مسلم في الصحيح: 705، 1/490)
Artinya: Dari Ibnu Abbas, ia berkata,” Rasulullah ﷺ menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar serta Maghrib dan Isya` di Madinah, tidak dikarenakan rasa takut maupun hujan.” (Riwayat Muslim)
Dari Hadits di atas, Imam An Nawawi mengambil kesimpulan bahwa menjamak dua shalat bisa dilakukan dalam kondisi sakit atau kondisi lainnya, yang lebih ringan darinya. (Majmu` Syarh Al Muhadzdzab, 4/384)
Dalil yang lain adalah qiyas terhadap kondisi hujan. Sebagaimana dibolehkan menjamak karena hujan turun, maka boleh juga menjamak karena sakit, karena kebutuhan untuk menjamak karena sakit lebih kuat daripada dikarenakan hujan turun. (Majmu` Syarh Al Muhadzdzab, 4/384)
Kesimpulan
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menjamak shalat karena sakit. Sedangkan mereka yang membolehkan memiliki hujjah atas bolehnya menjamak shalat karena sakit. Sehingga diperbolehkan bertaqlid kepada mujtahid yang membolehkan menjamak dua shalat karena alasan tersebut.
Menjamak shalat yang dimaksud adalah menjamak shalat Dhuhur dan Ashar atau menjamak shalat Maghrib dan Isya`, berdasarkan ijma` ulama. (Al Iqna` fi Masa`il Al Ijma`, 1/329)
Sedangkan para ulama sepakat bahwa tidak boleh menjamak dua shalat dalam kondisi bermukim dan dengan tanpa udzur, kecuali mereka yang menganut pendapat syadz. (Al Iqna` fi Masa`il Al Ijma`, 1/329)
Wallahu Ta’ala A`la wa A`lam bish Shawab. (*)