HNW Ingatkan Kemenag Akomodir Jenis 3 Pesantren yang Diakui UU dalam Penyaluran Dana Abadi
--
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengingatkan Kementerian Agama (Kemenag) agar mengakomodir tiga jenis pesantren yang sudah disahkan dalam Undang-Undang Pesantren pada penyaluran program dana abadi pesantren, termasuk program beasiswa atau beasantri.
HNW yang akrab disapa itu mengingatkan jangan sampai program beasiswa atau beasantri yang bersumber dari dana abadi Pesantren yang mulai banyak direalisasikan Kemenag tahun ini justru jadi persoalan baru di kalangan internal pengasuh tiga jenis pesantren yang diakui undang-undang tersebut.
“Saya mengapresiasi Kementerian Agama yang menindaklanjuti aspirasi kami agar dana abadi pesantren segera direalisasikan secara adil, di mana salah satu bentuknya merupakan beasiswa untuk meningkatkan kualitas santri maupun pengasuh pesantren tanpa membeda-bedakan," kata HNW dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/11).
Dia juga mengingatkan Kemenag harus memastikan seluruh pesantren yang diakui dalam UU Pesantren memperoleh informasi dan peluang yang sama dalam mengakses dan mendapat manfaat dari program beasiswa tersebut.
Anggota DPR dari Fraksi PKS itu mengaku menerima aspirasi dari kalangan pesantren terkait program non-gelar yang seleksinya sedang berjalan dalam bentuk program persiapan beasiswa.
Pada booklet yang dikeluarkan Kemenag di situs resminya, ada teks yang menimbulkan kesan bahwa baik di persyaratan umum maupun khusus, Kemenag tidak menyebut semua jenis pesantren yang sudah diakui oleh UU tersebut.
“Sehingga sebagian pengasuh Pesantren dari jenis yang tidak disebut dalam pengumuman Kemenag itu jadi sangat khawatir adanya diskriminasi atau tidak dilaksanakannya ketentuan UU Pesantren secara baik dan benar," ungkap HNW.
Karena itu, lanjut dia, jika hal tersebut dibiarkan, jika pun mereka mendaftarkan diri dan menyelesaikan proses administrasi, peluang untuk lolos mendapatkan beasiswa tersebut kecil.
"Atau bahkan sejak awal diposisikan untuk tidak akan lolos administrasi,” ujarnya.
Mengutip UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, kata HNW, Pasal 5 jelas menyebutkan pesantren terdiri atas tiga jenis.
Pertama, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian Kitab Kuning.
Kedua, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin.
Ketiga, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk lainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum.
Kemudian di Pasal 49 menyebutkan pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan yang ketentuannya diatur di dalam Peraturan Presiden.
Ketentuan itu dituangkan dalam Perpres Nomor 82 tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren.
Di Pasal 23 tentang Dana Abadi Pesantren, hanya mengamanatkan agar dana tersebut digunakan untuk fungsi pendidikan pesantren, dan tidak menyebut adanya penganak emasan satu jenis pesantren dengan berlaku tidak adil pada jenis Pesantren lainnya.
“Artinya memang seluruh jenis pesantren yang diakui oleh UU Pesantren harusnya diberi peluang yang adil dan sama dalam pemanfaatan dana abadi pesantren. Tidak boleh satupun jenis Pesantren yang diakui UU, tetapi malah diabaikan,” tegasnya.
Meski demikian, HNW beranggapan penerbitan booklet soal program beasiswa yang dipahami hanya fokus ke jenis pesantren tertentu tersebut hanya perkara teknis di kesekretariatan Kemenag saja sehingga akan segera diperbaiki agar secara prinsip semua jenis pesantren yang diakui UU akan tetap diakomodir dalam program beasiswa ini.
Namun, kata HNW mengingatkan, mispersepsi yang terbangun di sebagian kalangan pengasuh pesantren tetap harus diluruskan Kemenag agar kondisi serupa tidak terjadi lagi ke depannya.
“Kemenag harus menyampaikan klarifikasi dan koreksi, dan segera meningkatkan sosialisasi dengan menghadirkan perwakilan dari tiga jenis pesantren yang diakui oleh UU Pesantren saat mengumumkan program beasiswa yang bersumber dari dana abadi pesantren," saran HNW.
Menurut HNW, melalui langkah tersebut diharapkan semua pihak merasakan adanya keadilan dan keterbukaan akses hingga semakin termotivasi untuk mendaftarkan diri, menyukseskan program Kemenag, dan akhirnya bisa terjadi peningkatan kapasitas sumber daya di seluruh jenis pesantren yang diakui dalam UU Pesantren. (jp)