Ramadhan Momen Meneguhkan Iman Meningkatkan Kualitas Ibadah dan Pada Sesama

Drs. H. Dalmuji Suratno-(ist/rl)-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Alkisah ada orang Badui datang kepada Rasulullah Saw mengaku sudah beriman, Al – Qur’an memperingatkan bahwa mereka sebenarnya belum beriman: “Katakanlah (kepada mereka), kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘kami telah islam’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan RasulNya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu, sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi maha penyayang” QS : Surat Al-Hujarat (49)-14.

Klaim Al-Quran itu sangat logis karena erat kaitannya dengan kondisi Islam pada saat itu, yaitu Islam sudah menjadi agama yang kuat secara politis sehingga sepertinya tidak ada alternatif atau pilihan lain bagi orang-orang Arab pada saat itu kecuali berislam.

Dan dalam kasus serupa, berislam identik dengan arti generiknya, yakni tunduk atau menyerah dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. 

Iman dalam pengertian Islam minimal harus memenuhi tiga indikator yaitu ; diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan harus dibuktikan dengan amal perbuatan.

Untuk membuktikan keimanan seseorang di zaman Rasulullah saw tentu sangat mudah karena saat itu Allah SWT menurunkan langsung melalui ayatNya untuk menilai apakah keimanan seseorang itu benar atau tidak. Bagaimana bila ditarik pada era kekinian di mana situasi sebagaimana ilustrasi orang Badui di atas tidak mungkin terjadi saat ini.

Baca Juga: Cara Mengingat Kematian Menurut Imam Al-Ghazali

Maka tiga (3) indikator diatas dapat dijadikan sebagai tolok ukur penilaian walau dalam realitas dilapangan masih bersifat abstrak karena yang tau hanya dirinya dan Allah SWT, sedangkan yang nampak secara lahiriah adalah pembuktiannya dengan amal perbuatan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari yang secara kasat mata dapat dilihat. 

Iman seseorang sering Rasulullah saw gambarkan pada kondisi yang dapat naik turun, tergantung bagaimana seseorang muslim itu menempatkan dan menetapkan visi hidupnya terhadap nilai-nilai spritual dalam dirinya tentang Islam dan Ketuhanan sebagai pengabdian tertinggi seorang hamaba yang berserah diri.

Puasa Ramadhan dengan berbagai kegiatan yang menyertainya biasanya mendorang seorang muslim untuk memperbanyak ibadah untuk mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dalam hadits Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Allah subhanahu wata’ala berfirman, ‘Setiap amal kebaikan memiliki balasan pahala sepuluh kali lipatnya sampai tujuh ratus kali lipat kecuali ibadah puasa , karena sesungguhnya puasa itu adalah untukku dan aku yang akan membalaskan pahalanya’." (HR. Bukhari).

Jadi hampir dapat dipastikan orang-orang mukmin yang sedang menjalankan ibadah saat ini  dipastikan dapat  meneguhkan keimanan yang tertinggi disebabkan karena ;  Pertama, orang yang berpuasa akan meninggalkan setiap larangan, diantaranya makan, minum, berjima’ dengan istri di siang hari dan sebagainya. Kedua, orang yang berpuasa sebenarnya mampu untuk melakukan kesenangan-kesenangan duniawi yang ada dan halal.

Namun dia tidak akan pernah melakukan itu karena dia tahu bahwa Allah selalu mengawasi, di manapun kita berada. Saat menjalankan ibadah puasa, seseorang akan berusaha melaksakan perintah dan menjauhi larangan berbagai syahwat, makanan dan minuman. Itu semua dilakukan karena Allah dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman “Dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku”.

Puasa adalah usaha menjadi diri yang lebih baik secara terus menerus. Yakni dengan berusaha sekuat tenaga menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. 

Puasa menjadi sia-sia disebabkan bulan Ramadhan masih diisi pula dengan berbagai maksiat. Padahal dalam berpuasa seharusnya setiap orang berusaha menjaga lisannya dari rasani orang lain (baca: ghibah), dari berbagai perkaataan maksiat, dari perkataan dusta, perbuatan maksiat dan hal-hal yang sia-sia. 

Dapat dipastikan ketika Ramadhan tiba umat Islam disamping menyambutnya dengan kegembiraan dan keceriaan dampak lain yang dapat dirasakan adalah berimbas pada kecenderungan meningkatkan kualitas ibidah baik yang wajib maupun yang sunat.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan