Khubtah Jumat: Sebab Kehancuran Suatu Umat
Negeri yang dihancurkan. Ilustrasi.-Foto: net-
Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - UMAT yang berusaha menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar, tidak acuh saat ada maksiat, di sekitar, di antara bagian yang dari kelompok yang akan diselamatkan. Di bawah ini naskah lengkap Khutbah Jumat kali ini;
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Lika-liku kehidupan umat manusia berjalan pasang surut. Ada saat umat mengalami kemajuan, kemuliaan, dan kejayaan. Ada pula masa di mana umat mengalami kemunduran, kemorosotan, dan bahkan kebinasaan.
Maju dan mundur, mulia dan hina, jaya dan ambruknya umat bisa terjadi karena beberapa sebab. Ada tiga sebab kebinasaan yang perlu kita pahami dan kita hindari.
Sebab pertama kehancuran umat adalah keengganan melakukan melakukan amar makruf nahi munkar. Jika kita ingin menjadi umat yang mulia, unggul di berbagai bidang, maju dalam banyak hal, jangan kita tinggalkan amar makruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran).
Baca Juga: KPK Sita Dokumen dan Belasan Miliar Rupiah dari Rumah Penguasaha Hanan Supangkat
Kerusakan fisik dan moral tidak boleh kita biarkan terjadi begitu saja. Harus ada tindakan nyata dalam menghilangkan, atau setidaknya mengurangi kemunkaran serta menyuburkan kebaikan di tengah masyarakat.
Hadirin yang Dirahmati Allah
Allah SWT tidak suka kepada orang-orang yang melakukan kerusakan dalam segala bentuknya, sebagaimana firman Allah SWT :
وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashas : 77)
Umat yang peduli dengan keadaan sekitar, berusaha menegakkan aturan sebagaimana mestinya, tidak acuh saat ada maksiat seperti peredaran minuman keras, narkoba, perjudian, perzinaan, dan sebagainya, maka mereka adalah kaum yang akan diselamatkan oleh Allah SWT.
Sebaliknya, umat yang masa bodoh dengan kemunkaran, baginya yang terpenting beribadah dengan baik, melaksanakan shalat setiap hari, waktunya puasa mereka berpuasa, waktunya mengaji mereka mengaji.
Namun ada maksiat ada kerusakan di lingkungannya, dia tidak mau ambil pusing, tidak memiliki kepedulian sedikit pun meski mengingkari dengan hati, maka perbuatan ini menjadi sebab mendapatkan azab dan siksa yang pedih, baik di dunia mau pun di akhirat, sebagaimana firman Allah SWT :
فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖٓ اَنْجَيْنَا الَّذِيْنَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوْۤءِ وَاَخَذْنَا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا بِعَذَابٍۢ بَـِٔيْسٍۢ بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْنَ
“Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang orang berbuat jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS. al-A’raf : 165)
Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Jika engkau melaksanakan amar makruf, berarti engkau telah menguatkan punggung kaum mukminin. Dan jika engkau melaksanakan nahi munkar, berarti engkau telah membuat sedih kaum munafikin.”
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Kedua, sebab kehancuran umat adalah tenggelam dalam kehidupan dunia. Dunia bukan sesuatu yang haram untuk kita miliki.
Kita boleh menikmati dunia sebagai ladang beramal saleh. Kita boleh menikmati dunia sesuai kebutuhan, dunia yang kita kendalikan bukan dunia yang mengendalikan kita.
Kalau kita dikendalikan dunia, kita akan menyimpang dari tuntunan ajaran agama lantaran tenggelam di dalamnya. Dikatakan tenggelam dalam kenikmatan dunia ketika kita menjadikan dunia sebagai segala-galanya yang seakan-akan kita hidup selama-lamanya, sehingga kita akan melakukan apa saja untuk mendapatkannya, tak peduli apakah jalan yang ditempuh halal atau haram.
Ingatlah bahwa kenikmatan akhirat jauh lebih besar dari apa yang kita rasakan di dunia. Dunia hanya sementara akhirat selamanya.
Karena itu, Rasul ﷺ memberikan perumpamaan dunia dengan akhirat dengan setetes air yang keluar dari jari dibanding dengan air di lautan :
وَاللهِّ مَا الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ؟
“Demi Allah, tidaklah dunia dibandingkan akhirat kecuali seperti seseorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, maka lihatlah apa yang tersisa di jarinya jika ia keluarkan dari laut?” (HR. Muslim).
Jamaah Shalat Jumat yang Dimuliakan Allah
Penyebab ketiga mengapa suatu umat bisa hancur dan binasa karena perbuatan dosa. Dosa adalah penilaian buruk yang diberikan oleh Allah SWT atas suatu perbuatan.
Syirik, durhaka kepada orang tua, mensia-siakan anak, menghilangkan nyawa sesama, berbuat curang, dusta, menenggak minuman keras, berjudi, dan perbuatan buruk lainnya, menjadi noktah hitam dalam catatan amal perbuatan seseorang.
Tindakan-tindakan culas nan hina seperti di atas menjadi faktor kebinasaan suatu umat dan sebab turunnya azab yang penuh dengan penderitaan di akhirat kelak. Kita bisa belajar dari keadaan umat masa lampau yang disiksa oleh Allah dengan berbagai model siksaan. Allah SWT berfirman :
فَكُلًّا اَخَذْنَا بِذَنْۢبِهٖۙ فَمِنْهُمْ مَّنْ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا ۚوَمِنْهُمْ مَّنْ اَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ ۚوَمِنْهُمْ مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ الْاَرْضَۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ اَغْرَقْنَاۚ وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلٰكِنْ كَانُوْٓا اَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami azab karena dosa-dosanya, di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan ada pula yang Kami tenggelamkan. Allah sama sekali tidak hendak menzalimi mereka, akan tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (QS. al-‘Ankabut : 40).
Nabi Adam AS dan Iblis memiliki perbedaan keadaan yang sangat jauh karena perbedaan keduanya dalam memandang perbuatan dosa. Nabi Adam diangkat derajatnya, diberi kemuliaan dan limpahan rahmat. Sedangkan Iblis hidup terhina selama-lamanya.
Muhammad al-Maruzi berkata, “Sesungguhnya iblis itu celaka karena lima hal : dia tidak mengakui dosanya, dia tidak menyesalinya, dia tidak mencaci dirinya karena berdosa, dia tidak cepat bertobat kepada Allah, dan dia putus asa atas rahmat Allah.”
“Sebaliknya, Nabi Adam AS menjadi bahagia karena lima hal : dia mengakui dosanya, menyesalinya, mencaci dirinya karena dosa, lekas bertobat kepada Allah dan dia tidak berputus asa atas rahmat Allah. Padahal keduanya sama-sama bermaksiat (melakukan dosa) kepada Allah.”
Maka dari itu, kita bisa ubah pola perilaku dari perbuatan dosa kepada langkah-langkah kebaikan agar kita selamat dari kehancuran dan kesengsaraan. Bersama-sama kita bergerak melestarikan nilai-nilai kebaikan seperti apa yang dikehendaki oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ﷺ.
Inilah kunci keselamatan dan kebahagiaan. Insya Allah dengan langkah-langkah kecil akan berubah menjadi gerakan dan gebrakan dahsyat dalam menegakkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian pesan khutbah Jumat pada hari ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Allahummaa Aamiin ya Rabbal A’lamin. (*)