Kaya Miskin

PLTA Renun yang ada di tepi Danau Toba, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.-PLN UID Sumatera Utara-

Betapa sulit membuat terowongan besar sepanjang 11 km dan lubang sedalam 100 meter di gunung batu. Betapa besar biayanya.

Jumlah air yang dikumpulkan sedikit-sedikit dari 11 sungai kecil itu mencapai 10 m3/menit. Semuanya diterjunkan ke lubang setinggi 100 meter itu. Jadilah air terjun buatan. Tidak terlihat dari luar. Semua terjadi di perut gunung batu Dairi.

Air terjun itulah yang disambut oleh turbin. Dua turbin. Turbin pun berputar cepat –menggerakkan generator, menghasilkan listrik.

Kalau saja air sungai-sungai kecil itu tidak dipaksa balik arah, air itu akan masuk ke sungai Renun. Terbuang sia-sia ke Samudera Hindia.

Maka sebenarnya tujuan utama memindahkan aliran air itu bukan untuk menghasilkan listrik. Tujuan utama Jepang adalah menjaga volume air di Danau Toba.

Air 10 m3/detik itu, setelah memutar turbin ''dibuang'' ke Danau Toba. Mengisi Danau Toba.

Ide itu datang dari konsultan ternama Jepang tadi: Nippon Koi. Akhirnya konsultan ini melakukan penelitian di seluruh Indonesia. Nippon Koi-lah yang paling paham peta sumber air di seluruh Indonesia. Yang Anda tidak tahu pun Nippon Koi tahu. Yang di lokasi Anda takut ke sana pun Nippon Koi punya seluruh datanya.

Jelaslah PLTA Renun bukan PLTA biasa. Bupati Dairi yang sekarang, Vicker Sinaga, mantan salah satu direktur PLN, tahu persis soal itu. Maka ia berjuang untuk membuat Renun masuk dalam warisan UNESCO.

Dairi yang miskin ternyata telah banyak menyumbang negara kaya. Kebutuhan listrik seluruh Dairi sendiri, kini, hanya 50 MW. Renun saja menghasilkan 80 MW.

PLTA Renun sudah berumur lebih 50 tahun. Sudah perlu ulang tahun emas. Seluruh investasinya tentu sudah lama kembali.

Kalau saja ada yang kasihan melihat kemiskinan Dairi, PLTA itu pasti sudah disedekahkan ke Dairi –lalu menjadi sumber dana untuk mengurangi kemiskinan di sana –kalau mau. (Dahlan Iskan) 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan