Harga Kopi di Lebong Kembali Melejit

Salah satu Pengepul kopi di wilayah Lebong Tengah.-foto :adrian roseple/radarlebong-
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO– Setelah sempat terpuruk selama beberapa pekan di kisaran Rp 42.000 hingga Rp 43.000 per kilogram, harga kopi kering di Kabupaten Lebong kini mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Kenaikan harga ini menjadi kabar baik bagi petani kopi lokal, yang selama ini mengeluhkan rendahnya harga jual yang tak sebanding dengan biaya produksi dan tenaga yang dikeluarkan.
Dalam dua pekan terakhir, harga kopi terus merangkak naik secara bertahap hingga mencapai Rp 61.000 per kilogram. Kepastian ini di sampaikan langsung oleh A. Ropik, seorang pengepul kopi yang sudah bertahun-tahun berkecimpung dalam perdagangan kopi di Desa Tanjung Bungai, Kecamatan Lebong Tengah.
"Benar, dalam dua minggu terakhir harga kopi menunjukkan tren membaik secara signifikan. Dari sebelumnya hanya Rp 42 ribu per kilogram, kini sudah menyentuh Rp 61 ribu. Ini kenaikan yang cukup drastis dan menggembirakan," ujar Ropik pada Rabu (27/8).
BACA JUGA:Harga Kopi Naik Capai Rp 60 Ribu per Kilogram
Lebih lanjut, Ropik menjelaskan bahwa kenaikan harga kopi ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Ia menyebut bahwa harga kopi di pasar global juga mengalami tren kenaikan dalam beberapa waktu terakhir.
Harga komoditas kopi di pasar dunia, kata dia, mengalami lonjakan sekitar 40 pon per hari, yang jika dikonversikan dalam rupiah bisa setara dengan kenaikan sekitar Rp 500 hingga Rp 1.000 per kilogram.
"Kami melihat grafik harga kopi global setiap hari. Saat harga dunia naik, otomatis berdampak ke harga lokal juga. Kalau tren ini terus berlanjut, kami perkirakan harga kopi di Lebong bisa kembali menyentuh angka Rp 70 ribu per kilogram seperti sebelumnya" jelas Ropik.
Kondisi ini menjadi sinyal positif tidak hanya bagi pengepul, tetapi terutama bagi petani kopi. Dalam beberapa tahun terakhir, harga kopi cenderung fluktuatif dan kadang jatuh sangat rendah saat panen raya, menyebabkan banyak petani mengalami kerugian.
Selain faktor global, Ropik juga menyoroti faktor internal yang turut mendorong kenaikan harga, yaitu peningkatan kualitas kopi dari para petani lokal. Ia menyebutkan bahwa rata-rata kadar kualitas kopi kering dari wilayah Lebong Tengah saat ini berada di angka 86 hingga 87 persen, yang tergolong tinggi untuk kategori kopi lokal.
"Petani kita semakin sadar akan pentingnya kualitas. Mereka mulai menerapkan teknik pengolahan pascapanen yang lebih baik, seperti fermentasi basah dan pengeringan alami. Hal ini tentu meningkatkan daya saing kopi Lebong di pasar regional maupun nasional," ujar Ropik.
Ia juga mengungkapkan bahwa minat beli dari pembeli luar daerah mulai meningkat dalam dua pekan terakhir. Beberapa pembeli dari wilayah Sumatera Selatan, Lampung, hingga Jakarta sudah mulai melakukan permintaan dalam jumlah besar, bahkan ada yang menyatakan siap kontrak panjang jika kualitas dan pasokan tetap stabil.
Dengan membaiknya harga jual dan meningkatnya permintaan, para petani kopi di wilayah Lebong kini dihadapkan pada tantangan untuk menjaga konsistensi kualitas dan kuantitas produksi. Musim panen yang masih berlangsung di beberapa desa menjadi momentum penting untuk memastikan pasokan tetap tersedia dan memenuhi permintaan pasar yang terus tumbuh.
"Kita berharap tren positif ini terus berlanjut. Tapi petani juga harus bijak, jangan karena harga tinggi lalu tebang pohon-pohon muda atau memanen sebelum waktunya. Kita harus jaga kualitas dan juga keberlanjutan," tambah Ropik.