Revisi UU Sisdiknas: Wajib Belajar Menjadi 13 Tahun

Revisi UU Sisdiknas: Wajib Belajar 23 Tahun. Ilustrasi.-foto: net-

PADANG.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) menginginkan perubahan standar wajib belajar dari sembilan tahun menjadi 13 tahun ditambah satu tahun prasekolah, yakni TK atau PAUD.

Demikian dikatakan Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian di Kota Padang, Selasa (1/7).

"Kami sedang menyusun perubahan Undang-Undang Sisdiknas dan ingin meningkatkan wajib belajar itu sampai 13 tahun, berarti sampai SMA-SMK dan ditambah satu tahun di bawah prasekolah yakni TK atau PAUD," kata Hetifah Sjaifudian.

Dijelaskan bahwa revisi UUU Sisdiknas yang sedang digodok di parlemen sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 terkait pembebasan biaya pendidikan dasar di sekolah swasta.

Bahkan Hetifah menilai Komisi X DPR RI bersama pihak terkait mengupayakan target pendidikan wajib belajar lebih tinggi daripada putusan MK yang hanya sampai pada jenjang sembilan tahun.

Terkait putusan MK yang mewajibkan negara menggratiskan pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama negeri maupun swasta, dia menilai putusan itu harus dilihat secara menyeluruh. 

Dia sepakat keputusan menggratiskan biaya pendidikan hingga sekolah menengah pertama ditujukan agar tidak ada lagi anak didik di Indonesia yang tak mengenyam pendidikan hanya karena alasan ekonomi, geografis atau faktor lainnya.

Keputusan menggratiskan biaya sekolah juga karena tidak semua anak didik bisa masuk ke sekolah negeri karena alasan daya dukung satuan pendidikan. Oleh karena itu sekolah swasta menjadi pilihan lainnya.

"Jadi tidak masalah kalau anak didik ini sekolah di swasta asalkan mutu dan biayanya tidak kalah dari sekolah negeri," ujar Hetifah. 

Di sisi lain dia melihat masyarakat, terutama wali murid, juga perlu memahami terdapat sekolah-sekolah swasta yang bersifat premium atau memiliki fasilitas yang lebih dari sekolah swasta lainnya.

Hal ini tentu saja berdampak pada penambahan biaya kepada orang tua yang memutuskan menyekolahkan anaknya di satuan pendidikan itu.

"Menurut saya, sekolah swasta premium seperti ini tidak wajib gratis karena orang masuk ke sana atas pilihannya, bukan karena soal daya dukung sekolah," kata dia.

Ke depannya menindaklanjuti putusan MK, Hetifah melihat perlu adanya tahap klaster sekolah swasta yang berbayar dan gratis.

Khusus sekolah swasta yang selama ini mengandalkan dana bantuan operasional sekolah atau BOS, harus menjadi perhatian pemerintah agar mutu dan kualitas pendidikannya lebih baik lagi. (jp)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan