Potensi Kekurangan Zat Besi Pada Anak Mulai Terjadi saat Usia 6 Bulan

Seminar kesehatan yang diselenggarakan Fakultas KesehatanMasyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKM UMJ) bersama Majelis Kesehatan Pengurus Pusat ‘Aisyiyah (Makes PPA), Jum’at 16 Mei 2025.-foto: net-
Sebagaimana diketahui, pangan fortifikasi biasanya ditambahkan vitamin, mineral, dan zat gizi mikro lainnya yang diperlukan untuk banyak fungsi tubuh.
Sebab, tubuh tidak dapat membuat mikronutriennya sendiri. Karena itu, mikronutrien harus berasal dari makanan sehat yang dikonsumsi. Diantara pangan yang difortifikasi yang saat ini umum dikonsumsi masyarakat adalah tepung terigu, sereal, roti gandum dan susu.
Dia mengatakan banyak jenis pangan fortifikasi yang mudah di temui di sekitar kita yang seharusnya dapat menjadi sumber pemenuhan gizi anak.
“Edukasi tentang makanan-makanan kaya gizi ini sudah ada dalam buku KIA, jadi buku KIA yang dibawa saat ke Posyandu itu bukan hanya untuk mengisi tinggi badan dan berat badan anak, tapi juga ada banyak informasi tentang makanan kaya gizi untuk ibu hamil dan balita,” jelas Rachmat Sentika.
Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Dra. Chairunnisa, M.Kes. mengaku prihatin dengan tingginya angka risiko ADB pada balita Indonesia.
Dia menyebut permasalahan ADB tidak boleh dibiarkan begitu saja dan harus menjadi perhatian bersama.
“Satu dari tiga balita Indonesia itu berisiko untuk mengalami ADB. Fakta ini tentu tidak bisa kita abaikan begitu saja,” tutur Dra. Chairunnisa.
Sebagai organisasi wanita yang memang memiliki fokus terhadap isu kesehatan, dia menyebut Aisyiyah dengan jaringannya yang tersebar luas di seluruh Indonesia akan berkomitmen untuk dapat mengatasi ADB.
“Aisyah sebagai organisasi perempuan sebagai penggerak di masyarakat maka kita penting sekali untuk bagaimana kita mempunyai kepedulian untuk mengatasi jangan sampai terjadinya ADB ini secara berkelanjutan,” ungkap Dra. Chairunnisa. (jp)