Jejak Kepanduan Al-Irsyad: Dari Padviderij, Surkati, hingga Pramuka Indonesia

Foto pengurus Besar Pandu Al-Irsyad yang dipimpin oleh AK Banaimun.-foto: net-
Di tengah semangat persatuan inilah, nilai-nilai Islam, nasionalisme, dan kemanusiaan menyatu dalam latihan dan pergerakan.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, semangat integrasi menjadi ruh zaman. Pada tahun 1961, seluruh organisasi kepanduan di Indonesia dilebur dalam satu wadah nasional: Gerakan Pramuka Indonesia.
Padviderij Al-Irsyad pun secara resmi melebur ke dalam struktur ini. Namun, nilai-nilai yang telah ditanamkan selama puluhan tahun tetap hidup melalui para alumninya yang telah berkiprah sebagai para tokoh bangsa.
Letkol H.M. Yunus Anis: Dari Al-Irsyad ke Hizbul Wathan
Di antara jejak-jejak emas yang ditinggalkan Syeikh Ahmad Surkati melalui lembaga Al-Irsyad Al-Islamiyyah, muncul satu nama yang menonjol dalam dunia kepanduan dan perjuangan kebangsaan: Letkol H.M. Yunus Anis.
Sosok ini kelak dikenal sebagai tokoh penting dalam Persyarikatan Muhammadiyah tingkat nasional dan peletak dasar kepanduan Islam di Indonesia.
Yunus Anis mengenal dunia kepanduan sejak usia muda, tepatnya saat menempuh pendidikan di Alatas School, salah satu sekolah yang berada dalam jaringan pemikiran pembaruan Islam yang diasuh oleh murid-murid Surkati.
Di sanalah ia bersentuhan dengan gagasan awal tentang kepanduan Islam dari seorang sahabat Surkati yang berasal dari Tunisia, Muhammad Hasyimi.
Muhammad Hasyimi, ulama dan pendidik asal Tunisia yang sempat menetap di Hindia Belanda, memperkenalkan konsep kepanduan Islam sebagai bagian dari pendidikan karakter dan spiritual yang seimbang.
Ia mengintegrasikan nilai-nilai kepemimpinan, kedisiplinan, dan keberanian dengan semangat dakwah dan pengabdian sosial.
Gagasannya sangat memengaruhi pemuda-pemuda Muslim di Batavia dan sekitarnya, termasuk Yunus Anis. Dalam konteks inilah, Hasyimi layak dikenang sebagai salah satu perintis Pandu Islam pertama di Indonesia.
Dari pengaruh itulah, Yunus Anis tumbuh menjadi pemuda yang tidak hanya kuat secara intelektual dan spiritual, tetapi juga memiliki jiwa kepemimpinan yang matang.
Ia kemudian melanjutkan perjuangannya dalam bidang kepanduan dengan bergabung bersama Hizbul Wathan—organisasi kepanduan Muhammadiyah yang menjadi kawah candradimuka kader-kader muda Islam.
Sebagai pembina Hizbul Wathan, Yunus Anis membawa semangat Al-Irsyad dan ajaran Surkati ke dalam gerakan kepanduan yang lebih luas. Ia tidak hanya membina teknis kepanduan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai tauhid, ukhuwah, dan semangat kebangsaan dalam setiap kegiatan.
Perpaduan antara pengalaman pendidikan di Al-Irsyad, inspirasi dari Muhammad Hasyimi, dan semangat Muhammadiyah menjadikannya tokoh kunci dalam membentuk generasi muda Muslim yang visioner dan berdaya juang tinggi.