Syinqith: Pasir, Hafalan Quran dan Peradaban Ilmu

Di antara papan kayu dan pasir Gurun Sahara di Syinqith, keturunan dari Bani Hasyim yang juga cucu Rasulullah ﷺ ini terus menghafal dan mengajarkan Al-Quran, tradisi keilmuan yang dijaga turun-temurun.-foto: net-

Mahazar dan Peradaban Terkubur Pasir

Sistem pendidikan yang dikenal dengan nama mahazar memungkinkan para siswa menulis ayat suci di atas papan kayu menggunakan tinta alami dari tumbuhan lokal.

Teknik penghafalan pun tidak main-main: satu ayat bisa diulang lebih dari 3.000 hingga 5.000 kali agar benar-benar melekat di memori. Mereka belajar secara berkelompok, berkompetisi secara sehat dalam suasana yang membangun.

“Pengulangan adalah inti dari metode kami. Bahkan setelah selesai hafal, kami terus mengulangnya setiap hari,” jelas Ahmed Ould Salem, penghafal Qur’an berusia 19 tahun yang kini mengajar murid-murid baru di tenda madrasahnya.

Syinqith/Shinkit hari ini mungkin hanya bayangan kejayaannya—namun bayangan itu masih hidup.

Meski sudah tidak lagi menjadi pusat dunia Islam, namun semangatnya tetap menyala—pada setiap papan kayu yang masih digunakan murid-murid, pada setiap butir pasir yang mengingatkan tentang ketekunan, dan pada setiap ayat suci yang terus dilantunkan.

Para guru muda masih terus mengajar, anak-anak masih menghafal, perpustakaan masih dibuka, dan adzan masih berkumandang dari menara tanah liat.

Seperti kata seorang guru tua yang tak mau disebutkan namanya, “Pasir bisa menutupi jalan kami, tapi tidak hati kami. Hafalan kami akan hidup selama kami hidup,” ucap Fatimah Ould Didi, pustakawan perempuan yang kini memimpin restorasi naskah-naskah langka. (net)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan