AS Soroti Peredaran Barang Ilegal dan Bajakan di Pasar Mangga Dua

AS Soroti Peredaran Barang Ilegal dan Bajakan di Pasar Mangga Dua-- tvOneNews
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Pasar Mangga Dua kembali menjadi sorotan internasional setelah Amerika Serikat melalui Kantor Perwakilan Dagang (USTR) mencantumkannya dalam Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy 2024.
Laporan tersebut menyoroti peredaran barang ilegal dan bajakan sebagai penghambat perdagangan serta pelanggaran serius terhadap hak kekayaan intelektual.
Menteri Perdagangan Budi Santoso merespons laporan ini dengan menyatakan bahwa pengawasan terhadap barang ilegal di pasar-pasar tradisional, termasuk Mangga Dua, telah dilakukan secara rutin.
Ia juga menegaskan pentingnya penegakan hukum atas pelanggaran kekayaan intelektual, seraya menunggu laporan resmi dari pemegang merek terkait untuk menindaklanjutinya secara hukum.
BACA JUGA:Kebijakan Tarif AS Bisa Bikin Harga iPhone Tembus Rp58 Juta
Pemerintah Indonesia sebelumnya telah menyita ratusan ribu barang ilegal senilai Rp15 miliar, yang terdiri dari perangkat elektronik, aksesoris, hingga mainan anak-anak.
Namun, menurut ekonom Bima Yudhistira dari CELIOS, peredaran barang bajakan di Indonesia nilainya jauh lebih besar, mencapai Rp291 triliun atau setara 10% dari total perdagangan eceran nasional.
Ia menyebut bahwa saat ini justru toko online dan platform sosial lebih dominan sebagai saluran peredaran barang ilegal.
Laporan USTR ini bukan sekadar kritik, melainkan juga berdampak pada hubungan dagang.
BACA JUGA:China Peringatkan Negara Lain Terkait Kesepakatan Dagang dengan AS
Amerika Serikat mengenakan tarif resiprokal hingga 32% terhadap Indonesia, menyusul defisit perdagangan sebesar USD 17,9 miliar pada 2024.
Ketidakseriusan penanganan barang bajakan dapat digunakan sebagai alat tekan oleh negara lain untuk menuntut konsesi dagang lebih lanjut.
Menurut Bima, penindakan harus dimulai dari jalur masuk barang, seperti pelabuhan dan perbatasan, di mana penyelundupan kerap terjadi.
Di sisi lain, edukasi terhadap konsumen juga diperlukan agar tidak lagi menganggap memakai barang palsu sebagai hal lumrah.