ASN dan Honorer Dukung Tata Kelola Guru Diambil Alih Pusat

Ketua ASN PPPK Provinsi Riau sekaligus Ketua Aliansi Honorer Nasional (AHN) Provinsi Riau Eko Wibowo. -Foto dok. Ekowi-

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Aparatur sipil negara (ASN) dan honorer mendukung tata kelola guru diambil alih pemerintah pusat. Selama ini, ASN pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) khususnya mengalami tekanan ketika perpanjangan kontrak kerja dan usulan sertifikasi pendidik (serdik).

"Kami sangat setuju dan mendukung kebijakan Mendikdasmen RI (Abdul Mu’ti) tentang penanganan tata kelola guru diambil alih pemerintah pusat," terang Ketua Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK) Provinsi Riau Eko Wibowo kepada JPNN, Selasa (15/4).

Menurut Ekowi, sapaan akrab Eko Wibowo, banyak ASN PPPK dan honorer kecewa dengan kebijakan pemda, baik provinsi, kabupaten/kota, soal pemetaan guru. Ketika guru honorer diangkat PPPK, mereka ditempatkan tidak sesuai kartu tanda penduduk (KTP) sehingga jauh dari keluarga. "Malah ada guru PPPK yang bolak-balik satu daerah ke daerah lainnya karena penempatannya jauh," ucapnya.

Oleh karena itu, kata Ekowi, mereka ingin penempatan guru sesuai dengan KTP atau domisili. Selain persoalan penempatan, ada juga masalah keterlambatan gaji guru honorer maupun PPPK, yang selalu dirasakan hampir setiap bulan.

Menurut Ekowi, keberadaan R2 dan R3 juga salah satunya dikarenakan tata kelola guru ada di daerah.

Pemda beralasan dananya minim sehingga formasi guru PPPK hanya sedikit.

"Harapan kami kepada Mendikdasmen Prof. Abdul Mu'ti agar tata kelola guru segera dialihkan ke pusat  Jangan biarkan nasib honorer R2 dan R3 terkatung-katung tanpa kejelasan," kata Ekowi yang juga ketua Aliansi Honorer Nasional (AHN) Provinsi Riau, itu.

Sebelumnya, Mendikdasmen Abdul Mu'ti menyampaikan, wacana untuk pengelolaan tata kelola guru oleh pemerintah pusat sebenarnya idenya tidak dari Kemendikdasmen. Kementerian lain yang justru mengusulkan agar tata kelola guru ditarik ke pusat dan bukan menjadi kewenangan pemda lagi.

“Kenapa ditarik ke pusat, karena melihat berbagai macam persoalan yang sekarang ini menjadi salah satu kendala terutama dalam rekrutmen, pembinaan, dan distribusi guru,” katanya.

Contoh nyata pada penanganan guru honorer menjadi PPPK. Kemendikdasmen ingin mengangkat 1 juta lebih guru PPPK, tetapi penyelesaiannya tersendat karena pemda tidak mengusulkan optimal.

Ironinya, Kemendikdasmen yang disalahkan karena menganggap itu kewenangan pemerintah pusat. Padahal, pemda yang punya guru.

Begitu juga dengan pembinaan, distribusi, dan kesejahteraan guru. Pemerintah pusat mengeluarkan berbagai regulasi, tetapi lagi-lagi mental di pemda.

Kemendikdasmen selama ini sangat proaktif mendekati pemda agar mengajukan semaksimal mungkin pengangkatan guru PPPK dari honorer sebagai amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.

"Penanganan guru bukan hanya tanggung jawab Kemendikdasmen, tetapi semua instansi terkait terutama pemda. Jika pemda tidak proaktif bagaimana bisa jalan program pemerintah pusat," katanya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan