Pakar Hukum: Penetapan Tersangka Sekjen PDIP Seharusnya Dimulai dari Penyelidikan
![](https://radarlebong.bacakoran.co/upload/524254debf4a8af91be50bd32f6a9d72.jpg)
Pakar hukum Beniharmoni Harefa menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengikuti arahan dari putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) jika ingin mengembangkan kasus dan menetapkan tersangka baru dalam perkara yang sama.-Foto: net-
JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Pakar hukum Beniharmoni Harefa menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengikuti arahan dari putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) jika ingin mengembangkan kasus dan menetapkan tersangka baru dalam perkara yang sama.
Hal ini disampaikan Beniharmoni menanggapi proses praperadilan yang diajukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, atas status tersangkanya yang ditetapkan oleh KPK. Sidang praperadilan ini berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (13/2).
Menurut Beniharmoni, dalam pengembangan suatu perkara, hakim seharusnya secara jelas mencantumkan dalam putusannya pihak-pihak yang masih dapat diperiksa lebih lanjut.
"Kalau bicara pengembangan kasus, maka seharusnya sudah jelas dalam putusan hakim bahwa perkara ini bisa dikembangkan ke pihak-pihak tertentu. Jika ada pengembangan, seharusnya itu dijelaskan dalam putusan sebelumnya," ujarnya.
Beniharmoni merujuk pada kasus suap Harun Masiku, yang telah menyeret Wahyu Setiawan, Saiful, dan Agustiani Tio Fridelina sebagai terdakwa. Ketiganya telah menjalani hukuman dan kini telah bebas.
Beniharmoni menekankan bahwa jika KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru dan menetapkan tersangka yang tidak disebutkan dalam putusan sebelumnya, maka proses hukum harus dimulai dari tahap awal.
"Kalau ada Sprindik baru, tentu harus dimulai dari penyelidikan dan penyidikan terlebih dahulu, bukan langsung menetapkan tersangka berdasarkan putusan yang sudah inkracht," tegasnya.
Menurutnya, jika dalam putusan sebelumnya tidak disebutkan ada pihak lain yang masih harus diperiksa, maka munculnya tersangka baru seharusnya berdasarkan laporan baru yang kemudian ditindaklanjuti dengan proses penyelidikan dan penyidikan.
"Jika tiba-tiba ada tersangka baru yang tidak disebutkan dalam putusan sebelumnya, bukan berarti tidak bisa diproses. Namun, prosedurnya harus dimulai dari penyelidikan, ada laporan, lalu penyidikan, dan seterusnya," jelasnya.
Beniharmoni menambahkan, jika hakim menolak gugatan praperadilan Hasto Kristiyanto, maka itu berarti hakim menganggap proses penetapan tersangka sudah sah dan sesuai prosedur. Sebaliknya, jika gugatan dikabulkan, maka ada cacat formil dalam proses penetapan tersangka oleh KPK.
“Praperadilan itu terbatas pada pemeriksaan aspek hukum formil, yakni proses dan tata cara penanganan perkara. Berdasarkan Pasal 77 KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/2014, praperadilan tidak membahas materi pokok perkara, melainkan hanya soal keabsahan prosedur hukum yang ditempuh," pungkasnya. (jp)