Berlomba menuju Amalan Terbaik
Berlomba menuju Amalan Terbaik.-Foto: net-
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - KITA telah memasuki bulan Rajab, yang hadir bersamaan dengan pergantian tahun 2025. Bulan Rajab hadir sebagai pengingat spiritual untuk mengevaluasi hubungan dengan Allah swt., serta interaksi sosial dan profesional diantara sesama manusia.
Di bulan ini juga, kita dianjurkan memperbanyak doa agar mendapatkan keberkahan dan dipertemukan dengan Ramadhan.
Pada prinsipnya, kita mengharapkan setiap orang yang beriman senantiasa mengalami peningkatan dan kemajuan dalam menjalani kehidupan, baik dalam ibadah mahdhah (ibadah ritual yang telah ditentukan tata caranya, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji) maupun ibadah ghairu mahdhah (ibadah sosial yang cakupannya lebih luas, seperti berbuat baik kepada sesama, menolong orang yang kesulitan, dan menjaga lingkungan).
Dengan kata lain, kita berupaya meningkatkan kualitas diri dalam urusan vertikal (hubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan urusan horizontal (hubungan dengan sesama
Guna meningkatkan kualitas diri kita, khususnya di tahun ini, mari kita tadabburi bersama firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surah Al-Mulk ayat 2
الذي خلق الموت والحياه ليبلوكم ايكم احسن عملا وهو العزيز الغفور
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalannya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.”
Allah swt ingin melihat siapa di antara kalian yang paling baik amalnya (ahsanu amala) dalam menjalani kehidupan ini.
Ahsan ‘Amala adalah merupakan amalan yang terbaik dan berpotensi mengantarkan manusia ke surga. Amalan ini bercirikan dua prinsip fundamental, yaitu iman dan jihad.
Setiap manusia menjalani kehidupan di dunia semua menuju kehidupan di akhirat. Surga adalah tempat tujuan tertinggi yang diidam-idamkan setiap Muslim.
Untuk mencapai surga, kita membutuhkan bekal, yaitu ahsanu amala (amal perbuatan yang paling baik) kita selama di dunia. Wujud ahsanu amala (amal yang terbaik) dalam kehidupan setidaknya dapat dibagi menjadi tiga aspek.
Pertama, implementasi ahsanu amala terkait dengan waktu. Orang beriman selalu terikat dengan waktu. Dalam surah Al-‘Asr, dijelaskan bahwa semua manusia merugi dalam waktunya, kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh. Dapat dipastikan bahwa perbuatan orang yang beriman selalu yang terbaik di setiap waktu. Perbuatan terbaik yang terkait dengan waktu adalah shalat.
Firman Allah swt. Dalam surah An-Nisa: 103
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Pada waktu fajar tiba, tidak ada amalan yang lebih utama dari shalat Subuh. Saat matahari mulai tergelincir melewati sedikit pertengahan, amalan terbaik adalah shalat Dzuhur.
Demikian pula seterusnya untuk Ashar, Maghrib, dan Isya. Di antara waktu Subuh dan Dzuhur yang relatif panjang, terdapat amalan sunnah yang sangat dianjurkan, yaitu shalat Dhuha.
Sementara antara Isya dan Subuh, ibadah utama yang dianjurkan adalah Tahajud. Semua ini merupakan bentuk ahsanu amala (amal terbaik) yang terkait dengan waktu.
Rasulullah ﷺ pernah ditanya oleh Abdullah bin Mas’ud terkait amalan yang paling utama, kemudian nabi menjawab shalat tepat pada waktunya.
Shalat menempati kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam. Ia adalah rukun Islam yang kedua setelah syahadat, dan merupakan amalan yang paling utama di antara amalan-amalan lainnya.
Lebih dari itu, shalat juga merupakan amalan pertama yang akan dihisab di akhirat kelak. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya shalat dalam agama.
Jika shalat seseorang baik, maka baik pula seluruh amalnya. Sebaliknya, jika shalatnya rusak, maka rusak pula seluruh amalnya. Oleh karena itu, menjaga kualitas dan kekhusyukan shalat adalah kunci keberhasilan seorang Muslim di dunia dan di akhirat.
Kedua, implementasi ahsanu amala terkait dengan tempat, yaitu dalam keluarga. Keluarga, dengan struktur minimal ayah, ibu, dan anak, merupakan lingkungan pertama dan utama bagi individu.
Dalam konteks ini, ahsanu amala diwujudkan melalui komunikasi yang baik. Komunikasi yang efektif dalam keluarga menciptakan suasana harmonis, saling pengertian, dan kasih sayang.
Melalui komunikasi yang baik, masalah dapat diselesaikan dengan bijak, perbedaan pendapat dapat didiskusikan dengan kepala dingin, dan ikatan antar anggota keluarga semakin erat.
Komunikasi yang baik adalah fondasi penting bagi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Dalam konteks hubungan anak dan orang tua, Islam mengajarkan konsep birrul walidain, yang merupakan amalan yang sangat ditekankan. Birrul walidain secara bahasa berarti berbuat baik kepada kedua orang tua.
Namun, maknanya lebih luas dari sekadar berbuat baik secara fisik. Ia mencakup perkataan yang lembut, perbuatan yang sopan, menaati perintah mereka selama tidak bertentangan dengan ajaran agama, mendoakan mereka, menjaga nama baik mereka, dan bahkan memenuhi kebutuhan mereka ketika mereka sudah lanjut usia atau membutuhkan bantuan.
Sebagaimana dalam hadis diterangkan, ketika ditanyakan amalan apa yang paling utama ya Rasulullah? Kemudian Baginda Nabi menjelaskan, berbakti kepada orang tua.
Ini menunjukkan betapa pentingnya birrul walidain dalam Islam.
Poin ketiga sebagai ruang implementasi ahsanu amala adalah ranah publik yang lebih luas.
Islam sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari urusan yang paling pribadi, seperti adab makan dan minum, hingga urusan yang berkaitan dengan tatanan masyarakat dan negara, seperti sistem ekonomi, politik, dan hukum.
Tidak ada satu pun perkara hidup yang luput dari pembahasan dalam Islam.
Al-Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber hukum utama memberikan pedoman yang lengkap dan detail tentang bagaimana seharusnya seorang Muslim berinteraksi.
Baik berinteraksi dengan dirinya sendiri, keluarganya, tetangganya, masyarakatnya, bahkan dengan lingkungannya. Implementasi ahsanu amala dalam konteks ini berarti berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam setiap aspek kehidupan, sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, adil, dan sejahtera.
Mengimplementasikan nilai-nilai Al-Al-Quran dan Sunnah dalam berbagai aspek kehidupan bukanlah persoalan sederhana. Ini membutuhkan kerja keras dan kerja cerdas, bukan hanya sekadar membaca dan menghafal, tetapi juga memahami, mengamalkan, dan mendakwahkannya.
Ranah ini menuntut pengorbanan, baik dalam bentuk harta, misalnya dengan bersedekah dan berinfak untuk kepentingan agama dan umat, maupun jiwa, misalnya dengan berjuang melawan hawa nafsu dan berkorban waktu dan tenaga untuk berdakwah.
Inilah puncak mujahadah (perjuangan sungguh-sungguh), sebuah ranah jihad yang luar biasa.
Jihad di sini tidak hanya terbatas pada peperangan fisik, tetapi juga mencakup jihad melawan hawa nafsu, jihad dalam menuntut ilmu, jihad dalam berdakwah, dan jihad dalam menegakkan keadilan.
Kita kembali teringat penjelasan Rasulullah ﷺ. Saat ditanya tentang amalan yang paling afdal (utama), beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.”
Hadis ini menunjukkan bahwa mengimplementasikan nilai-nilai Al-Al-Quran dan Sunnah dalam kehidupan, dengan segala pengorbanannya, merupakan bentuk jihad yang sangat utama di sisi Allah swt.
Kesimpulan
Orang yang beriman hendaknya senantiasa berusaha meningkatkan iman dan amal salehnya. Iman adalah fondasi utama yang mendasari seluruh amalan.
Tanpa iman yang kokoh, amalan-amalan yang dilakukan akan kehilangan nilai dan maknanya di sisi Allah swt. Sementara jihad, dalam konteks yang luas, merupakan upaya sungguh-sungguh untuk mengaplikasikan iman dalam kehidupan sehari-hari.
Jihad mencakup perjuangan melawan hawa nafsu, berjuang untuk menuntut ilmu, berjuang untuk berdakwah, berjuang untuk menegakkan keadilan, dan berjuang untuk memberikan yang terbaik dalam setiap aspek kehidupan.
Dalam keseharian, ia harus mewujudkan ahsanu amala (amal terbaik), yaitu melakukan setiap perbuatan dengan kualitas yang terbaik, ikhlas karena Allah SWT, dan sesuai dengan tuntunan syariat.
Dan amalan terbaik ini hanya dapat terwujud dengan dua prinsip fundamental, yaitu iman yang kokoh dan jihad yang berkelanjutan.
Dengan iman yang kuat, seseorang akan termotivasi untuk melakukan amalan-amalan yang terbaik. Dan dengan jihad yang berkelanjutan, ia akan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas amalannya dari waktu ke waktu. Wallahu A’lam. (net)