Khutbah Jumat: Etika Orang yang Berilmu
--
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Ringkasan khutbah Jumat kali ini tentang seseorang yang dianggap pendakwah dan berilmu, harusnya memegang erat etika berilmu, layaknya sebagai alim.
CIRI ORANG yang berilmu selalu berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa, berendah hati dan tidak gengsi mengaku salah. Itulah yang harus dimiliki seorang pendakwah.
Di bawah ini teks lengkap khutbah Jumat kali ini;
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral Muslimin Jamah Shalat Jumat Rahimakumullah
Ada sebuah ungkapan yang mungkin sering kita simak. Ungkapan itu berbunyi, “Belajarlah atau milikilah ilmu sebelum berkata dan beramal.” Ungkapan ini adalah motivasi bagi kita untuk selalu menghujani diri kita dengan ilmu, khususnya ilmu yang erat kaitannya dengan masalah keagamaan.
Baca Juga: Doa di Media Sosial: Antara Ibadah dan Dakwah
Ketika seseorang memiliki atau dianggap oleh masyarakat sekitar sebagai orang yang berilmu, lebih-lebih sebagai pendakwah, tentunya harus memegang erat-erat etika sebagai alim.
Terkadang masyarakat memandang bahwa seorang yang berilmu apalagi memiliki sebuah lembaga pendidikan, mengasuh sebuah majlis, sebagai manusia suci. Tentunya anggapan demikian adalah keliru. Namun, di sinilah tugas dan tanggungjawab moral sebagai orang berilmu untuk menjaga marwah dan kemuliaan ilmu yang ada pada dirinya
Oleh karena itu, Habib Zain bin Ibrahim bin Smith dalam bukunya al-Manhaj as-Sawiy menulis sejumlah etika yang perlu dipedomani orang yang berilmu agar tidak salah langkah dan ucapan khususnya ketika tampil di depan publik. Secara ringkas ada lima etika yang harus diperhatikan.
Pertama, orang yang berilmu itu harus memiliki keberanian untuk mengakui kesalahan. Karena memang tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, betapa pun luas dan banyaknya ilmu yang dimiliki.
Di antara contohnya adalah kisah tentang seorang wanita yang menyanggah ucapan Sayidina Umar bin Khattab dan mengingatkannya tentang kebenaran. Padahal, saat itu Sayidina Umar sedang berkhutbah di hadapan banyak orang. Namun, beliau tidak malu untuk berkata: “Perempuan itu benar, sedangkan lelaki ini (yakni dirinya sendiri) keliru.”
Kisah yang lain, ada seorang lelaki bertanya kepada Sayidina Ali, lantas beliau pun menjawab pertanyaannya. Lelaki itu berkata, “Jawabannya bukan demikian, wahai Amirul Mukminin. Melainkan begini..”
Maka Sayidina Ali menjawab, “Engkau benar dan aku salah.” Lalu beliau membacakan ayat :
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
“Dan di atas setiap orang yang berilmu pengetahuan ada yang lebih mengetahui.” (QS. Yusuf : 76).
Ayat ini yang kemudian menjadi inspirasi dari peribahasa, “Di atas langit masih ada langit.”
Ilmu penting, tapi adab atau etika lebih penting
Etika kedua adalah tidak merasa malu untuk mengatakan, “Aku tidak tahu,” atau, “Wallahu A’lam,” saat ditanya hal yang tidak diketahuinya.
Jangan pernah merasa malu dan risih untuk mengatakan yang sebenarnya tentang suatu perkara. Tapi jangan pernah pula merasa malu untuk jujur mengatakan tidak tahu jika tidak punya ilmu dalam menjawab suatu persoalan.
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Sayidina Abdullah bin Umar pernah berkata, “Ilmu terdiri dari tiga bagian : (1) Al-Quran yang selalu menyuarakan kebenaran (2) Sunah yang telah diajarkan (3) Ucapan, “Aku tidak tahu.”
Di sisi lain, Sayidina Abdullah bin Mas’ud pernah berkata, “Wahai manusia, siapa yang mengetahui tentang suatu hal maka katakanlah. Siapa yang tidak mengetahuinya, hendaknya berkata, ‘Wallahu A’lam.’ Sebab termasuk dari ilmu adalah berani mengatakan tentang sesuatu yang tidak diketahui dengan ucapan tersebut. Allah SWT berfirman :
قُلْ مَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍ وَّمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُتَكَلِّفِيْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta imbalan sedikit pun kepadamu atasnya (dakwahku); dan aku bukanlah termasuk orang yang mengada-ada.” (QS. Shad : 86)
Kaum Muslimin Jamaah Shalat Jumat Hafidzakumullah
Etika orang berilmu yang ketiga adalah berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa. Sikap ini sebagai pengamalan dari sabda Rasulullah ﷺ:
أٙجْرٙؤُكُمْ عٙلٰى الْفٙتْوٰى أٙجْرٙؤُكُمْ عٙلٰى النّٙارِ
“Orang paling berani dari kalian dalam (mengeluarkan) fatwa adalah orang yang paling berani ke neraka.” (HR. ad-Darimi)
Imam Malik pernah berkata, “Siapa yang hendak menjawab sebuah pertanyaan, hendaknya ia merenungkan dirinya berada di antara surga dan neraka, bagaimana ia nanti bisa selamat dari neraka? Barulah setelah itu, ia menjawab pertanyaannya.”
Keempat, bersikap rendah hati. Sikap satu ini memang harus melekat pada setiap orang, terlebih seorang yang berilmu. Dengan sikap tawadu seseorang akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT dan diwariskan hikmah kepadanya.
Jika kita mengaca pada kehidupan kaum salaf kita jumpai mereka sering belajar kepada muridnya sendiri. Mereka mempelajari ilmu-ilmu yang belum mereka pelajari kepada muridnya. Tidak ada perasaan lebih mulia dan terhormat dalam urusan mencari ilmu.
Hadirin Jamaah sholat Jumat yang dimuliakan Allah SWT
Kelima, bersikap lemah lembut kepada penuntut ilmu. Hal ini merupakan sesuatu yang disunahkan untuk dikerjakan. Sejalan dengan sebuah hadis yang berbunyi,
إِنَّ النَّاسَ لَكُمْ تَبَعٌ وَإِنَّ رِجَالًا يَأْتُونَكُمْ مِنْ أَقْطَارِ الْأَرْضِ يَتَفَقَّهُونَ فِي الدِّينِ فَإِذَا أَتَوْكُمْ فَاسْتَوْصُوا بِهِمْ خَيْرًا
“Orang-orang akan mengikuti kalian dan ada orang-orang yang datang kepada kalian dari berbagai pelosok negeri untuk belajar ilmu agama. Jika mereka datang kepada kalian, maka terimalah wasiatku untuk memperlakukan mereka dengan baik.” (HR. Tirmidzi)
Orang berilmu atau bukan tidak layak mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, kata-kata kasar yang menjatuhkan harkat dan martabat seseorang, termasuk kepada para muridnya.
Inilah sekelumit dari etika orang berilmu yang dipaparkan oleh Habib Zain bin Ibrahim bin Smith. Semoga bisa menjadi pelajaran dan pedoman bagi kita semua khususnya bagi kita yang diamanahkan ilmu oleh Allah SWT.
Ilmu memang penting. Tapi adab atau etika lebih penting. Tidak ada gunanya ilmu tanpa akhlak.
Kita lebih membutuhkan akhlak jauh lebih banyak dari membutuhkan ilmu yang tanpa dihiasi dengan adab. ( Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil)