Salah Kaprah Sertifikasi Halal Industri Retailer, Dimana Titik Kritis Halalnya?

--

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - DI INDONESIA, sertifikat halal dirancang khusus untuk produk-produk yang telah memenuhi kriteria kehalalan yang ditetapkan. Banyak titik-titik kritis, yang menjadikan jasa retailer termasuk yang diusulkan perlu sertifikasi.

Pentingnya sertifikat halal tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama dalam membantu konsumen Muslim memilih produk yang sesuai dengan ajaran Islam.

Namun, pertanyaannya muncul yaitu bagaimana dengan jasa retailer (perusahaan yang membeli produk dari produsen atau grosir dan menjualnya kepada para pelanggan).

yang menawarkan produk non-halal? Apakah mereka juga diwajibkan untuk memiliki sertifikasi halal?

Polemik sertifikasi halal retailer semakin mengemuka seiring ketatnya regulasi pemerintah. Alih-alih memberikan kepastian, banyak masyarakat justru salah kaprah.

Baca Juga: Piala AFF 2024: Waduh, Menjelang Jumpa Laos, Timnas Indonesia Dilanda Kelelahan

Sebagian persepsi masyarakat menganggap bahwa memiliki sertifikat halal pada retailer tidak menjamin bahwa semua produk yang dijual telah terjamin kehalalannya.

Di sisi lain, ada juga yang percaya bahwa sertifikasi halal tersebut otomatis menjamin kehalalan semua barang yang tersedia retailer tersebut.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan penting dalam menjamin kehalalan produk yang beredar di masyarakat. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH. Miftahul Huda, menjelaskan bahwa MUI bertugas menjaga umat dari produk yang tidak halal.

 “Dalam fatwa suatu produk diharamkan karena terdapat najis atau terkena najis (mutanajjis), hal ini kontaminasi najis menjadi salah satu titik kritis dalam jasa retailer. Jika produk terkena najis bisa disucikan dengan air serta bahan pembersih. Proses pensucian dianggap sukses ditandai dengan hilangnya bau, rasa dan warna,” ujar Miftah, dalam perbincangannya dengan MUIDIgital, Kamis (12/12/2024).

Penegasan ini menunjukkan perlunya regulasi yang kuat dan penegakan hukum yang konsisten untuk menjaga integritas pasar halal di Indonesia.

Dia mengatakan, sertifikasi halal pada jasa retailer bukanlah sekadar formalitas, tetapi merupakan tanggung jawab untuk menjamin bahwa produk yang dijual aman dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Agar kepercayaan konsumen tetap terjaga, retailer harus berkomitmen untuk memahami dan menjalankan proses sertifikasi halal secara konsisten. “Dengan cara ini, diharapkan pasar halal di Indonesia dapat tumbuh dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati, menegaskan pentingnya sertifikasi halal dalam industri retail tidak hanya terbatas pada produk yang ditawarkan, tetapi juga mencakup aspek-aspek operasional yang krusial.

“Sertifikasi halal jasa retailer tidak hanya mencakup produk, tetapi juga proses penanganan dan fasilitas yang harus memisahkan antara produk halal dan non-halal untuk mencegah kontaminasi,” kata dia.

Penjelasan ini menggarisbawahi pentingnya edukasi yang lebih baik kepada masyarakat mengenai arti dan proses sertifikasi halal.

Muti menjelaskan sertifikasi halal untuk jasa retailer mencakup pengelolaan alur bahan atau produk yang harus dijaga agar tidak terkontaminasi najis yang dapat mencemari barang atau produk halal.

Aspek ini mencakup berbagai tahapan, termasuk penyimpanan, distribusi (proses penerimaan barang), penanganan, serta penataan produk.

“Artinya, seluruh produk yang bersertifikat halal terjamin tidak terkontaminasi najis hingga sampai di tangan konsumen,” tambahnya.

Retailer yang ingin mendapatkan sertifikasi halal harus mengenali dan menangani produknya sesuai standar yang ditetapkan. Ada tiga kategori produk yang perlu penanganan berbeda. Pertama, produk yang jelas halal, seperti buah dan sayur, tidak memerlukan perlakuan khusus.

Kedua, produk haram seperti daging babi dan minuman beralkohol harus dipisahkan untuk mencegah kontaminasi dan dilengkapi dengan label yang jelas. Ketiga, produk dengan status kehalalan yang belum pasti, meskipun bebas babi, harus dikelola dengan hati-hati agar tidak mencemari produk halal.

LPPOM mengharuskan retailer untuk memiliki prosedur tertulis yang mencakup semua aspek, mulai dari penerimaan hingga penyimpanan dan pemajangan. Tanpa adanya prosedur yang jelas, kemungkinan terjadinya kontaminasi produk halal dengan produk non-halal menjadi lebih tinggi, yang pada gilirannya dapat merusak kepercayaan konsumen. (net)

Tag
Share