Bukti Rasional Adanya Allah

Banyak ayat yang memerintahkan agar manusia memikirikan adanya keteraturan alam sebagai dalil dan pedoman yang akan membimbing orang-orang berakal mengenal Allah.-Foto: net-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - UNTUK membuktikan keberadaan Allah bisa dilakukan dengan cara empirik. Terkadang seseorang dengan observasi akurat dan pemikiran yang teliti tentang berbagai fenomena dapat terbimbing kepada wujud Tuhan dan sifat-sifat-Nya.

Dengan memperhatikan beberapa keutamaan tipikal jalan ini,

Al-Qur’an memberikan perhatian khusus terhadap masalah observasi emprik dan dalam banyak ayat al-Qur’an menyeru manusia untuk merenungi fenomena-fenomena semesta yang ada di sekelilingnya.

Pada beberapa tempat di al-Qur’an, kita dapat menjumpai beberapa ayat yang menjelaskan tentang fenomena-fenomena alam. Isinya merupakan tanda-tanda dan ayat-ayat atas wujud Tuhan dan mengajak manusia untuk memikirkan dan merenunginya.

Mengenal Tuhan melalui fenomena alam merupakan pengenalan tanda-tanda takwini di alam penciptaan yang merupakan contoh nyata jalan empirik.

Adapun dalil logika yang dijadikan sandaran para ulama dalam menetapkan wujud Allah Ta’ala adalah bahwa setiap sebab pasti ada penyebabnya. Dan setiap yang baru pasti ada penciptanya.

Orang yang tidak berpendidikan seperti orang badui, juga memahami bawa anak onta menunjukkan adanya induk onta, jejak perjalanan menunjukkan ada yang berjalan. Demikian pula bumi penuh dengan tumbuh-tumbuhan, langit penuh dengan bintang gemintang, menunjukkan adanya Sang Pencipta.

Menurut Ibnu Taimiyah, semua umat umumnya mengakui adanya pencipta, namun mereka menyekutukan ibadah kepada selain-Nya. Karenanya, terhadap mereka yang mengingkari adanya Sang Pencipta –seperti Fir’aun- para Rasul menghadapainya dengan perkataan kepada mereka yang telah mengetahui kebenaran.

Seperti ucapan Musa kepada Fir’aun, ‘Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata.’ (QS. Al-Israa: 102). Ketika Fir’aun mengatakan, ‘Dan siapa Tuhan semesta alam.’ (QS. As-Syu’ara: 23), maka Musa mengatakan kepadanya, “Musa menjawab: “Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya. Berkata Fir’aun kepada orang-orang sekelilingnya: “Apakah kamu tidak mendengarkan?” Musa berkata (pula): “Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.” Fir’aun berkata: “Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila.” Musa berkata: “Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.” (QS. As-Syuara: 24-28). (Minhajus Sunnah, 2/270.)

Dalil akal lain yaitu adanya keteraturan alam. Banyak ayat yang memerintahkan agar manusia memikirikan adanya keteraturan alam sebagai dalil dan pedoman yang akan membimbing orang-orang berakal mengenal Allah.

Ayat-ayat tersebut dipandang sebagai bukti dan tanda atas keberadaan, ilmu dan kekuasaan Tuhan. Diantaranya berbunyi: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS: Ali Imran [3]:190); Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (QS: Al-Dzariyat [51):20-21).

Ayat di atas merupakan bukti bahwa keberadaan alam ini telah diciptakan dengan ukuran yang sangat jitu, penuh hikmah, teratur, sesuai dan harmonis. Pencipta sesuatu itu adalah satu, Dialah yang Maha Pengatur, Pencipta keteraturan dan mengharmonisasikan bagian-bagian ciptaan-Nya.
Karena itu ilmuwan Muslim, dengan bersandar pada salah satu tipologi alam natural menyebut sebagai argumen keteraturan (argument from design).

Selain itu untuk membuktikan keberadaan Tuhan bisa melalui argumen para filosof tentang realitas wujud. Menurut al-Farabi, realitas wujud ada dua bentuk. Pertama wujud kontingen yaitu ketika memperhatikan esensinya didapati eksistensi baginya tak niscaya.

Kedua, wujud wajib yaitu esensinya dapat diketahui eksistensi baginya adalah niscaya. Dalam hal ini bukan hal yang mustahil jika diasumsikan ketiadaan wujud kontingen.

Untuk mengadakan wujud kontingen memerlukan sebab dan jika telah berwujud maka eksistensinya menjadi “niscaya”. Esensi wujud kontingen tak abadi dan bersifat sementara.

Wujud kontingen mustahil menjadi sebab hakiki bagi realitas wujud lainnya. Oleh karena itu harus berujung kepada wujud wajib yang merupakan ‘Wujud Pertama’ sekaligus ‘Sebab Pertama’. Karena itu mustahil kalau mengasumsikan ketiadaan Wujud Wajib. Wujud Wajib tak memiliki sebab karena Dia adalah sebab pertama untuk semua eksistensi (Abdurrahman Badawi, Mausu’at al-Falsafah, 2/102).

Sedang Ibnu Sina menjabarkan argumen imkan dan wujub untuk membuktikan eksistensi Tuhan. Menurutnya realitas wujud adalah wujud wajib dan wujud kontingen. Jika realitas wujud itu adalah Wujud Wajib maka terbuktilah realitas eksistensi Tuhan, dan jika realitas wujud itu adalah wujud kontingen, dikarenakan kemustahilan daur dan tasalsul, maka niscaya bergantung kepada Wujud Wajib (Al-Isyarat wa at-Tanbihat, 3/20).

Kesimpulan

Berdasar penjelasan di atas kita dapat pastikan bahwa argumen kaum Atheis sangat lemah tentang ketidakpercayaan terhadap adanya Allah. Tidak salah jika ada yang menilai bahwa paham atheisme ini secara sembarangan dan sewenang-wenang mengkritik keberadaan Tuhan.

Paham ini sangat berbahaya karena menghilangkan makna terdalam dari keyakinan terhadap adanya Tuhan. Keyakinan terhadap Tuhan direduksi menjadi sekedar proyeksi, pelarian, neurosis dan membelenggu. Padahal keyakinan terhadap Tuhan melampaui semua itu.

Rasulullah telah memperingatkan kepada kita agar hati-hati dengan pemikiran yang mempertanyakan keberadaan Allah. Rasulullah bersabda, “Setan akan mendatangi salah seorang di antara kalian dan berkata, ‘Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu?’ Hingga ia bertanya, ‘Siapa yang menciptakan Rabbmu?’ Apabila setan telah sampai pada pertanyaan ini, mohonlah perlindungan kepada Allah, dan berhentilah.”[Riwayat Bukhari].

Semoga kita diselamatkan dari pemikiran kaum atheis yang sesat dan sewenang-wenang tersebut. (*)

Tag
Share