Khutbah Jumat: Ciri-ciri Muslim Sejati

--

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

MUSLIM sejati dia tidak setengah-setengah. Mengambil apa yang dia sukai, misalnya, lalu meninggalkan apa yang kurang ia sukai.

Menjadi muslim sejati berarti kita masuk ke dalam Islam secara kaaffah (total) sehingga seluruh aspek kehidupan dijalani selaras dengan apa yang Allah SWT kehendaki. Di bawah ini naskah lengkah khutbah Jumat kali ini;

Jamaah Shalat Jumat yang Dimuliakan Allah

Menjadi seorang muslim merupakan sebuah anugerah yang tak ternilai harganya. Betapa mahal hidayah Allah SWT dengan dijadikannya kita sebagai orang yang tunduk dan patuh kepada-Nya.

Namun, menjadi seorang muslim tidak sebatas retorika dan kata-kata di bibir. Lebih dari itu, harus ada upaya pembuktian yang serius tentang apa dan bagaimana menjadi sosok muslim yang sejati.

Ada lima ciri muslim sejati yang harus kita miliki, supaya keimanan kita diakui oleh Allah SWT.

Pertama, bertakwa kepada Allah SWT. Dalam hal ini Allah SWT telah menegaskan kepada kita semua untuk jangan sampai kita wafat kecuali tetap dalam kepasrahan dan ketundukan kepada Allah SWT. Dengan kata lain, sampai mati kita tetap berstatus sebagai seorang muslim.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran : 102).

Jamaah Shalat Jumat yang Dimuliakan Allah

Kedua, menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam dengan totalitas, tidak setengah-setengah, tidak mengambil bagian yang menyenangkan bagi hawa nafsunya, dan meninggalkan sebagian lainnya yang tidak sesuai dengan seleranya.

Menjadi muslim sejati berarti kita masuk ke dalam Islam secara kaaffah (total) sehingga seluruh aspek kehidupan dijalani selaras dengan apa yang Allah SWT kehendaki dan selaras pula dengan apa yang Rasulullah ajarkan kepada kita.

Allah SWT berfirman :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً  ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah : 208)

Ketiga, selalu dalam shibghah (celupan). Maksudnya, seorang muslim sejati itu selalu terwarnai dengan nilai-nilai yang datang dari Allah SWT, seperti dalam firman-Nya :

صِبْغَةَ اللّٰهِ ۚ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ صِبْغَةً ۖ وَّنَحْنُ لَهٗ عٰبِدُوْنَ

“Sibgah Allah.” Siapa yang lebih baik sibgah-nya daripada Allah? Dan kepada-Nya kami menyembah.” (QS. al-Baqarah : 138)

Menurut ulama tafsir al-Razi, agama Islam dinamakan sibghah Allah Swt atau celupan ilahi karena dua alasan. Pertama, seperti celupan, agama itu harus meresap atau diresapi hingga menembus ke lubuk hati yang paling dalam.

Kedua, seperti celupan, agama itu harus membentuk jati diri, sosok, bahkan warna (citra) diri yang khas karena iman dan kepatuhannya yang tulus kepada Allah SWT.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Hafidzakumullah

Keempat, istiqamah. Muslim sejati memiliki pendirian yang kuat dalam mempertahankan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya. Allah SWT berfirman :

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ

“Sesungguhnya orang-orang yang  berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqamah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati.” (QS. al-Ahqaf : 13)

Ada seorang sahabat nabi bertanya :

يَا رَسُولَ اللهِ قُلْ لِيْ فِيْ الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ.

”Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku satu perkataan dalam Islam, yang aku tidak akan bertanya lagi kepada kepada seorang pun selain engkau.”

Beliau ﷺ bersabda:

قُلْ أَمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ

”Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah,” kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim).

Kelima, memiliki sikap tawazun. Artinya sikap seimbang antara kehidupan duniawi dengan ukhrawi. Tidak berat sebelah dengan lebih condong pada satu segi dan meninggalkan segi lainnya.

Jangan sampai kita menukar kehidupan akhirat yang kekal serta abadi demi kehidupan dunia yang sementara dan akan sirna.

Allah SWT berfirman :

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ  وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا  وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ  وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashash : 77).

Inilah ciri muslim sejati, sosok yang berusaha di tiap keadaan untuk menjadi hamba yang bertakwa, total dalam berislam, mewarnai diri dengan nilai-nilai keilahiaan, kokoh di atas iman, serta bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan diri untuk kehidupan di dunia dan akhirat. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan