Kabar mengenai pemotongan gaji guru honorer di SDN 10 Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, mendapat sorotan dari banyak kalangan.
Namun, Pemprov DKI Jakarta menyatakan tidak ada pemotongan upah terhadap seorang guru honorer di SDN 10 Malaka Jaya. "Bisa saya sampaikan tidak ada yang namanya pemotongan, yang ada itu kesepakatan dari teman-teman guru yang menjadi guru honorer di sini," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo seusai bertemu dengan kepala sekolah, bendahara sekolah, pengawas, guru honorer dan Kasudin Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur Mohamad Fahmi di SDN 10 Malaka Jaya, Rabu. Dia menjelaskan, berdasarkan konfirmasi yang dilakukannya sejak Jumat (24/11) hingga Rabu (29/11) tidak ada pemotongan upah guru honorer yang mengajar bidang studi agama berinisial AN. Secara teknis, lanjutnya, penggajian mereka menggunakan anggaran bantuan operasional sekolah (BOS) dan hanya diperuntukkan satu orang saja. Selanjutnya, ketiga guru honorer yang terdiri dari guru kelas, guru agama dan guru bahasa Inggris melakukan kesepakatan besaran gaji dibagi tiga. Besaran honor dari BOS dialokasikan sebesar Rp4,6 juta per bulan. Meski telah memastikan tidak ada pelanggaran yang dilakukan, Purwosusilo mengakui saat ini pihak inspektorat masih melakukan penyelidikan. Penyelidikan dilakukan dalam rangka memastikan ada atau tidaknya pelanggaran aturan administratif maupun kepegawaian. Dengan kejadian ini, kata Purwo, pihaknya akan melakukan pendataan ulang para guru honorer sehingga bisa memastikan jumlah tenaga pendidik mulai dari guru honorer, PNS dan P3K yang masih aktif. "Kami punya data, tetapi kan setiap tahun ada perkembangan lantaran ada yang pensiun atau pindah. Setelah kita (Dinas Pendidikan) petakan dan diketahui kebutuhan, baru kita akan atur," kata Purwosusilo. Sebelumnya, DPRD DKI Jakarta menerima aduan dari Forum Guru Pendidikan Agama Kristen (Forgupaki) bahwa sebanyak 40 guru honorer agama Kristen di sekolah negeri di Jakarta tidak mendapatkan upah layak. Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta Johnny Simanjuntak mengatakan bahwa berdasarkan aduan, para guru hanya dibayar Rp300 ribu hingga Rp2,5 juta yang berasal dari sumbangan dari orang tua murid. Padahal, kata Johnny, guru honorer tersebut sudah mengajar selama satu hingga enam tahun. Bahkan, ada guru yang dibayar Rp50 ribu per jam dan hanya diperbolehkan mengajar selama empat jam dalam seminggu. (jp)
Kategori :