RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - KEPEDIHAN hati dari penduduk Baitul Maqdis ditinggal orang-orang tercinta, dialami pula oleh Rasulullah ﷺ kala itu, saat istri tercinta Khadijah radhiallau ‘anha dan pamannya Abi Thalib wafat.
Kesulitan rakyat Gaza akibat blokade yang mengakibatkan kelaparan dan merebaknya penyakit, dirasakan juga oleh Nabi kita tercinta shallallahu ‘akayhi wa sallam ketika itu, semasa diboikot oleh kaum kafir Quraisy.
Ketidakberdayaan karena seluruh dunia seolah memalingkan wajah dari penduduk Syam yang terdzalimi, itu pula yang Nabi Muhammad adukan kepada Allah, di kala ia ditolak dan diusir dari Thaif.
Di situasi yang seolah terkungkung dan titik terendah hidup ini, manusia paling mulia ini pun melangitkan doa, “Kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli.”
Baca Juga: Kementerian Pendidikan Palestina: 350 Sekolah Rusak dan 4.900 Siswa Syahid Akibat ‘Israel’
Maka setelah itu, Allah pun menghibur kekasih-Nya. Ke sebuah tempat yang suci, pusat keberkahan. Ke tempat yang selama ini senantiasa menjadi kiblat dalam sujud-sujudnya.
Ke tempat yang menjadi tujuan hijrah dan jihad para Nabi sebelumnya.
Asraa (أَسْرَىٰ), memperjalankan. Di situasi yang seolah tidak bisa bergerak ke mana-mana, Allah-lah yang memperjalankan Rasulullah ﷺ.
Ke mana? Ke tempat yang istimewa. Tempat yang akan melipur kesedihan hatinya. Ke tempat yang Allah berkahi sekelilingnya (إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ), yang bermakna Masjidil Aqsha adalah pusat keberkahan tersebut.
Ke tempat yang selama ini Rasulullah ﷺ rindukan dalam shalatnya, karena inilah kiblat pertama sebelum turunnya ayat pengubahan arah kiblat ke Ka’bah.
Bahkan selama hidup Rasulullah ﷺlebih lama periode waktu shalat menghadap kiblat ke Masjidil Aqsha dibandingkan periode waktu shalat dengan kiblat ke Ka’bah.
Ke tempat yang menjadi lokasi lahirnya para Nabi-nabi yang risalahnya sedang ia teruskan.
Ke tempat yang menjadi tujuan para Nabi sebelumnya untuk hijrah mencari harapan dan semangat, sebelum Kembali meneruskan misi dakwah mereka.
Lalu bukankah kita tahu, apa penghiburan atas penolakan yang dialami Nabi Muhammad ﷺ di Makkah hingga lapar perih perutnya dan di Thaif hingga berdarah-darah kakinya kala itu?
Penduduk langit menyambutnya dengan penuh suka cita; “مَرْحَبًا”. Ya, “Marhaban!” Diucapkan oleh para Nabi dan malaikat, di setiap lapis langit. Dengan kata-kata yang demikian indahnya, مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ. “Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang.”