RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - JAKARTA - Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif LIMA Ray Rangkuti menilai PP 52/2023 yang tidak mewajibkan menteri, anggota legislatif hingga kepala daerah mundur dari jabatan jika maju sebagai calon dalam pemilihan presiden (pilpres).
PP ini diteken pada November 2023 lalu. Ray menilai PP ini makin mengancam demokrasi dan membuka ruang-ruang pelanggaran Pemilu.
"Tanda-tanda demokrasi sakit sangat terlihat menjelang Pemilu yang akan diselenggarakan kurang dari satu bulan lagi," ujar Ray.
Dia melanjutkan, indikator pemberantasan korupsi, kebebasan berpendapat, dan partisipasi publik menurun. Sementara, di sisi lain aksi nepotisme meroket.
Baca Juga: 4 Anggota Keluarga yang Cabuli Siswi SMP di Surabaya Diringkus, Rasakan Akibatnya
“Nah, kita mau mempertahankan (demokrasi) atau set back?” tegas Ray.
Ray pun menegaskan semua bentuk pelanggaran harus diadukan ke Bawaslu meski belum tentu akan ditindaklanjuti.
“Diadukan saja ke Bawaslu, meski saya ragu Bawaslu mau menyelesaikan, tetapi paling tidak tercatat di Bawaslu. Kita punya memori bahwa peristiwa ini dicatatkan di Bawaslu," kata Ray.
Ray mengungkapkan bentuk pelanggaran begitu banyak. Mulai dari perilaku tidak netral ASN, bansos yang dipolitisasi, termasuk hambatan yang dialami kandidat lain.
"Kok, Pak Jokowi ini seperti meruntuhkan banyak hal yang berhubungan dengan demokrasi. Dia mempromosikan dinasti politik yang meruntuhkan gerakan antinepotisme, membuat KPK lumpuh, sekarang pemilu menuju ke arah yang terburuk sepanjang reformasi,” ujar Ray. (jp)