koranradarlebong.com- Koalisi masyarakat sipil menyesalkan terbitnya telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto terkait pengerahan alat kelengkapan dukungan militer ke Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia.
Pernyataan koalisi ini seperti disampaikan Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi melalui layanan pesan, Minggu (11/5). Koalisi beranggapan perintah Panglima TNI itu bertentangan dengan banyak peraturan perundang-undangan.
Terutama, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI yang mengatur tupoksi instansi militer.
"Pengerahan seperti ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil khususnya di wilayah penegakan hukum," demikian tertulis dalam keterangan pers Koalisi Masyarakat Sipil. Koalisi menekankan tupoksi TN terfokus ke aspek pertahanan dan tidak patut masuk ke ranah penegakan hukum oleh Kejaksaan.
BACA JUGA:Rayakan HUT ke-53, BlueBird Tebar Sejumlah Promo Spesial untuk Pelanggan, Simak
Terlebih lagi, koalisi merasa sampai saat ini belum muncul regulasi terkait perbantuan TNI dalam rangka operasi militer selain perang (OMSP). Dari situ, koalisi menilai kerangka kerja sama antara TNI dan Kejaksaan tidak memiliki dasar hukum kuat untuk mengerahkan perbantuan militer ke Korps Adhyaksa.
"MoU tersebut secara nyata telah bertentangan dengan UU TNI itu sendiri," demikian koalisi menyatakan sikap.
Koalisi menilai pengamanan institusi sipil penegak hukum cukup dilakukan satuan pengamanan dalam (satpam). "Dengan demikian surat telegram itu sangat tidak proporsional terkait fungsi perbantuannya dan tindakan yang melawan hukum serta undang-undang," lanjut koalisi dalam pernyataan mereka.
Koalisi juga memandang surat perintah Panglima TNI berpotensi memengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia. Sebab, kewenangan penegakan hukum tidak sepatutnya dicampuradukkan dengan tugas fungsi pertahanan TNI.
"Pada aspek ini, intervensi TNI di ranah penegakan hukum sebagaimana disebutkan di dalam surat perintah tersebut akan sangat mempengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia," demikian koalisi menyatakan sikap.
Mereka juga mendesak pimpinan DPR RI, termasuk dari Komisi I mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan pembatalan surat perintah Panglima TNI tentang perbantuan militer buat Kejati dan Kejari.
"Menjaga tegaknya supremasi sipil dalam penegakan hukum di Indonesia yang menganut negara demokrasi konstitusional," demikian koalisi menyatakan sikap.
Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil yang menyatakan sikap ialah dari Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, hingga Centra Initiative.
Sebelumnya, Jenderal Agus menerbitkan Surat Telegram (ST) Nomor: ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025 terkait pengerahan prajurit TNI untuk mengamankan lingkungan Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia.
TNI setelah surat itu bakal mengerahkan satu satuan setingkat peleton atau 30 personel untuk melaksanakan pengamanan Kejati. Kemudian, TNI akan mengerahkan satu regu atau sepuluh prajurit untuk melaksanakan pengamanan di Kejari.