JAKARTA.koranradarlebong.com - Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) tahun 2025 tidak selalu identik dengan unjuk rasa turun ke jalan.
Hal ini disuarakan tokoh buruh dari Aceh hingga Gorontalo yang kompak menyuarakan pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) sebagai fondasi kesejahteraan bersama.
“Masyarakat sebaiknya tidak berperilaku berlebihan dalam memperingati hari Buruh Internasional yang diperingati setiap tanggal 1 Mei,” ujar Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Gorontalo, Meiske Abdullah dalam keterangannya, Selasa (29/4/2025).
Baginya, perayaan May Day harus tetap mempertimbangkan stabilitas sosial dan ekonomi. Meiske menekankan stabilitas adalah syarat utama untuk mewujudkan keinginan para buruh, termasuk dalam hal peningkatan kesejahteraan dan iklim investasi.
BACA JUGA:KPK Periksa 3 Bos Perusahaan Swasta untuk Kasus Korupsi & Cuci Uang Andhi Pramono
“Mari tetap jaga stabilitas keamanan dan ketertiban di daerah. Karena apa pun yang menjadi keinginan kita bersama di Hari Buruh pastinya akan berjalan dengan baik,” tuturnya. Di Lhokseumawe, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Lhokseumawe, Zainal Abidin Syammah SH, turut menegaskan bahwa kedamaian merupakan kunci bagi keberlangsungan hidup buruh. Ia menekankan bahwa keamanan bukan hanya tanggung jawab aparat, tetapi juga para pekerja sebagai bagian dari masyarakat.
“Tentunya buruh harus tetap mendukung Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) yang kondusif di Kota Lhokseumawe, karena dengan suasana kedamaian mempermudah kita mengais rezeki harian,” ungkap Zainal. Pandangan serupa disampaikan Ketua SPSI Kabupaten Aceh Selatan, Muhammad Dini, yang menekankan pentingnya membangun semangat kolektif dan kolaborasi lintas pihak.
Menurutnya, May Day bukan hanya soal tuntutan, tetapi momentum menyatukan kekuatan pekerja, pengusaha, dan pemerintah.
“May Day is Collaboration Day, semangat harus tetap digelorakan, mari kita rajut kebersamaan untuk peningkatan kesejahteraan pekerja dan produktivitas nasional,” ujarnya.
Muhammad menegaskan bahwa produktivitas nasional dan kesejahteraan tidak dapat dipisahkan dan hanya bisa dicapai melalui kerja sama yang solid di tengah krisis global yang kompleks.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan Indonesia (FSP Kahutindo) PPU, Dedi Saidi justru mengambil langkah perubahan dengan membatalkan niat turun ke jalan dan memilih jalur dialog.
"Sebetulnya saya mau turun ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) PPU, tetapi saya batalkan. Saya lebih suka berdialog ketimbang turun ke jalan," tegasnya.
Dedi mengambil pendekatan persuasif dan berkelanjutan untuk menampilkan citra buruh yang konstruktif dan positif. "Kami ingin menunjukkan bahwa buruh bukan hanya bisa menyuarakan tuntutan, tetapi juga mampu berkontribusi positif untuk lingkungan sekitar dan perusahaan tempat kami bekerja,” katanya.
Dia memandang May Day sebagai momentum memperkuat komunikasi dan musyawarah. Semua persoalan bisa dicarikan solusi dengan cara komunikasi, musyawarah mufakat.