Dari kisah para salafush-shalih tersebut ada banyak pelajaran penting selain banyaknya mereka bisa mengkhatamkan Al-Qur`an, yaitu: mereka juga berusaha untuk meresapi dan mentadabburi Al-Qur`an yang mereka baca. Mengapa mereka bisa berlama-lama dengan Al-Qur`an? Apa rahasia di balik intensitas mereka dalam berinteraksi dengan Al-Qur`an.
Salah satu jawabannya adalah yang pernah disampaikan oleh Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu:
لَوْ طَهُرَتْ قُلُوبُكُمْ مَا شَبِعْتُمْ مِنْ كَلامِ رَبِّكُمْ.
“Sekiranya hati kalian suci, kalian tidak akan merasa kenyang dengan kalam Rabb kalian (Al-Qur`an.” (Ibnu Jauzi, at-Tabshirah, 380).
Rahasianya adalah hati mereka suci. Mereka membaca Al-Qur`an bukan karena pamrih duniawi, bacaannya diorientasikan untuk kepentingan akhirat. Terlebih di bulan suci Ramadhan, semangat mereka seakan meledak. Hari-harinya seolah-olah dipenuhi dengan Al-Qur`an. Maka jika para pembaca ingin menjadi jawara Al-Qur`an pada bulan Ramadhan, bahkan pada bulan lainnya, maka bisa belajar dari mereka. Dalam membaca Al-Qur`an mereka bukan sekadar berlomba-lomba paling banyak khatam, tapi juga berusaha untuk mentadabburinya.
Mereka sangat memahami tujuan diturunkannya Al-Qur`an:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad [38]: 29). (net)