Penyidikan Korupsi DD Pungguk Pedaro Segera Dimulai
Ekspose: Penyidik Unit Tipidkor Satreskrim Polres Lebong bersama Inspektorat saat melakukan ekspose kasus korupsi DD dan ADD desa Pungguk Pedaro pada beberapa waktu lalu. -(dok/rl)-
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Lebong menyatakan bahwa dalam waktu tidak lama lagi.
Status perkara terkait korupsi Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2022 di Desa Pungguk Pedaro, Kecamatan Bingin Kuning, akan segera ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Kapolres Lebong, AKBP. Awilzan, SIK, melalui Kasat Reskrim, Iptu. Rizky Dwi Cahyo, S.Tr.K, SIK, MH, mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan, langkah awal telah diambil dengan menyusun berkas administrasi yang diperlukan untuk persiapan gelar perkara di Polda Bengkulu.
Namun, saat ini, mereka masih menunggu surat pengembalian dari Inspektorat Kabupaten Lebong.
Baca Juga: Kejari Lebong Ingatkan Pengelolaan Dana Desa Sesuai Aturan
"Saat ini, persiapan administratif untuk gelar perkara terkait kasus korupsi DD dan ADD di Desa Pungguk Pedaro telah kami lakukan. Namun, kita masih menunggu surat resmi dari Inspektorat terkait batas waktu pengembalian kerugian negara yang telah habis, yaitu 60 hari," ungkap Kasat.
Kasat menambahkan bahwa sebelumnya, pihak penyidik telah memberikan batas waktu kepada mantan kepala desa Pungguk Pedaro selama 60 hari untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 712.513.508.
Jumlah ini mencakup ADD sebesar Rp 222.821.508 dan DD sebesar Rp 489.692.000. Namun, hingga batas waktu tersebut berakhir, mantan kepala desa tersebut belum melakukan pengembalian apa pun.
"Kami akan menunggu instruksi selanjutnya dari Inspektorat Lebong. Setelah itu, baru langkah selanjutnya akan kami ambil dengan melaksanakan gelar perkara di Polda Bengkulu," terangnya.
Kasat menekankan bahwa setelah status perkara naik ke tahap penyidikan, proses selanjutnya akan melibatkan penghitungan ulang nilai kerugian negara serta penetapan tersangka terhadap mantan kepala desa yang terlibat.
"Kerugian negara sebesar Rp 712 juta ini mencakup sejumlah aspek, mulai dari honor perangkat desa, BLT DD yang tidak disalurkan kepada warga penerima, hingga kegiatan pembangunan fisik yang diduga dilaksanakan tanpa perencanaan yang jelas," paparnya. (*)