Dampak PHK dan Diskriminasi Usia Perburuk Lapangan Kerja di Indonesia

Dampak PHK dan Diskriminasi Usia Perburuk Lapangan Kerja di Indonesia-- KOMPASTV
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Indonesia menghadapi tantangan besar dalam dunia ketenagakerjaan, terutama bagi para lulusan pendidikan tinggi.
Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan hingga Februari 2025, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menyumbang angka pengangguran tertinggi sebesar 8%, diikuti lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 6,35%.
Namun, yang cukup mengejutkan adalah lulusan perguruan tinggi strata D4 hingga S3 juga menjadi penyumbang pengangguran signifikan, yaitu sebesar 6,23%.
Fenomena ini mencerminkan adanya ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dan lapangan kerja yang tersedia.
BACA JUGA:Bisnis Sama Teman Paling Rentan Gagal, Ini Penyebab dan Solusinya
Banyak lulusan sarjana yang akhirnya terpaksa bekerja di sektor informal atau pekerjaan yang jauh dari bidang keahliannya.
Contohnya, sejumlah lulusan S1 yang seharusnya bekerja di bidang teknik atau pendidikan justru memilih bekerja sebagai petugas kebersihan atau pedagang keliling.
Hal ini bukan karena pilihan, melainkan karena sulitnya mencari pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.
Selain faktor pendidikan, tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) juga memperburuk situasi pasar tenaga kerja.
BACA JUGA:Bangkit dari Utang Miliaran, Usaha Jamur Ini Kini Jadi Tumpuan Petani
Diskriminasi berdasarkan usia menjadi salah satu hambatan utama para pencari kerja, terutama bagi mereka yang sudah berpengalaman namun harus bersaing dengan tenaga kerja muda.
Kondisi ini membuat lapangan pekerjaan di sektor formal semakin sempit, sehingga banyak yang akhirnya beralih ke sektor informal dengan penghasilan yang tidak menentu.
Jika kondisi ini tidak segera diperbaiki, Indonesia akan menghadapi risiko besar berupa bencana demografi.
Bonus demografi yang seharusnya menjadi peluang justru berubah menjadi beban bagi perekonomian dan masyarakat.